kenapa Kau memilih aku

Sangat tidak adil rasanya jika aku bersedih hanya kerena masalah sepele saja, sedang banyak sekali orang yang nasibnya jauh kurang beruntung seperti ku namun mereka begitu semangat dan giat dalam menjalani hidup mereka. Betapa naif nya aku jika selalu mengeluh atas hidup yang ku jalani, sedang begitu banyak orang di luar sana berjuang keras memperjuangkan hidup yang layak.

“Kenapa Kau memilih aku?” Terlintas pertanyaan itu dalam benakku saat melihat pemulung yang sedang mengais-ngais tumpukan sampah di bawah jembatan di pinggir tol belakang kost ku. Kenapa Allah memilih aku untuk mendapatkan hidup yang layak. Kenapa bukan pemulung itu. Maha suci allah, pasti ada pesan tersirat yang ingin disampaikan-nya pada ku. Aku malu jika melihat mereka yang berjuang keras untuk menyambung hidup, sedangkan aku yang hanya menunggu kiriman orang tua saja tanpa melakukan kerja yang berarti, malah begitu sering mengeluh kurang ini dan kurang itu. Dan tak jarang aku ‘meminta’ uang tambahan kepada orangtua tanpa rasa kasihan kepada mereka yang entah bagaimana cara mereka mendapatkan uang untuk membahagiakan anaknya ini. “ah, rasanya malu sekali pada pemulung itu”.

“Kenapa Kau memilih aku?” Kembali pertanyaan itu merasuki pikiran ku saat melihat bapak-bapak tua penjual bubur ayam keliling menggukan gerobak , yang sepertinya sudah selayaknya beliau ‘pensiun’ bekerja, yang melintasi jembatan sepi kendaraan pagi itu karena memang jembatan itu bukan jalan lintas utama. Dengan gagah beliau mendorong gerobak dengan setengah keberatan karena menuruni tanjakan dari jembatan, beliau harus mengerahkan seluruh tenaga supaya gerobak itu bisa berjalan pelan. Matanya jelih memandang ke semua orang yang ada di sekelilingnya dengan harapan ada orang yang akan berteriak “pak, bubur ayamnya!”. Namun semua orang sibuk dengan urusan masing-masing mengabaikan bapak tukang bubur itu. Terenyuh sudah aku memandanginya yang sudah rentah tapi masih tetap bersemangat mencari rezeki yang ditaburkan oleh Allah di muka bumi ini tanpa kenal lelah dan tanpa keluh kesah. Sedang aku hanya berleha-leha saja, kampus kost – kampus kost, hang out sama teman-teman, pergi ke karaoke, dan kadang hari libur hanya dimanfaatkan untuk tidur-tiduran saja. “ah, rasanya tak pantas aku di sebut pemuda”.

“Kenapa Kau memilih aku?” Lagi-lagi pertanyaan itu menghantui pikiran ku. Saat melihat acara di salah satu stasiun televisi swasta yang menayangkan kisah-kisah inspiratif yang begitu menggugah jiwa. Kala itu di ceritakan ada seorang bapak tua di pelosok desa yang hanya tamatan sekolah dasar bertekad membangun sebuah madrasah ibtida’iyah dan madrasah tsanawiyah dengan mengikhlaskan lahan yang dia miliki untuk dibangun gedung di atasnya. Saat itu baru dua gedung berdiri (yang satunya sudah ‘reot’) dan menampung tak lebih dari lima puluh murid serta hanya memiliki empat orang pengajar saja. Namun tekadnya untuk memberikan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anak di desa itu sudah tertanam kuat dalam batinnya. Ketaatannya pada Sang Pencipta mengalahkan rasa ‘minder’nya yang hanya tamatan SD, sehingga dia abdikan hidupnya untuk Allah dan masyarakat. Semakin ciut saja diri ini di hadapan Ilahi Rabbi, yang jangankan mendirikan sarana pendidikan, mengerjakan amalan-amalan harian saja belum sempurna. Sholat suka telat, bahkan kadang lewat. Al-qur’an hanya dijadikan sebagai pajangan saja dalam rak buku. Padahal Dia sudah mengaruniai ku akal pikiran dan tenaga yang masih jauh lebih kuat dari bapak tua itu. Malah ku manfaatkan untuk bermain-main saja di bumi Allah yang ku tumpangi ini. “Ah, apa yang bisa ku banggakan dihadapan Allah kelak?”.

“Kenapa Kau memilih aku?” Masih di acara televisi, saat itu di ceritakan ada seorang mantan pegawai pln yang memiliki jabatan cukup penting di sana, namun dia memilih resign dari pekerjaannya hanya untuk mengasuh yayasan psikopat ( yayasan untuk orang gila). Dia menampung semua orang gila di jalanan untuk kemudian mengasuh mereka, mulai dari memandikan, memberi makan, hingga mengajarkan banyak hal pada mereka sampai mereka sembuh. Semakin kecil lagi diri ini, melihat ke-empaty-an orang itu. Jangankan mengayomi orang gila itu, kadang kalau tiba-tiba bertemu di jalanan malah menghindar tidak mau berpapasan. Ya Rabbi, padahal mereka juga manusia yang punya hak untuk di dekati. “Ah, sombong sekali rasanya diri ini”.

Begitu banyak hal yang membuat ku malu dihadapan-Mu. Kadang hanya karena putus sama pacar atau sekedar berantem sama pacar saja, air mata ini mengalir begitu derasnya, hingga mata pun bengkak karenanya. Sedang untuk dosa dan khilaf yang sudah menggunung sulit sekali ku teteskan air mata dihadapan-Mu. Terkadang mengabaikan seruan adzan di dekat masjid begitu mudah ku lakukan padahal jelas-jelas Kau memanggil ku untuk menghadap-Mu. Sedang ketika ada telpon dari pacar saja begitu cepat aku menjawabnya tanpa tudan sedetik pun. Padahal dia bukanlah siapa-siapa bagi ku, malah haram dia bagi ku.

Ya Rabbi, naif sekali diri ini. Hanya karena cinta tak berbalas saja sudah terasa sangat menyesakkan dada hingga tidur pun terganggu karenanya. Padahal jelas-jelas ada cinta hakiki yang bisa ku dapatkan tanpa takut akan mendapatakan ‘sakit’ yaitu cinta kepada Mu. Betapa sering aku mengabaikan uluran cinta Mu, dan berpaling pada cinta untuk umat Mu.

Ya Allah, begitu banyak perihal yang ingin Kau ajarkan pada ku di sekeliling ku, namun sering kali pula aku mengabaikan saja semua itu. Ku abaikan kerja keras ibu dan ayah yang berkeringat darah mencari nafkah ku dengan tanpa merasa bersalah ku selalu meminta pada mereka. Ku belanjakan uang dari mereka sesuka ku saja. Padahal sudah sebaiknya aku meringankan beban mereka.

Ya Rabbul Izzati, kenapa Kau memilih aku. Kenapa Kau memilih aku untuk memiliki hidup yang lebih baik dari para pemulung dan penjual bubur ayam itu. Kenapa bukan mereka yang Kau pilih. Kenapa Kau memilih aku untuk mendapat pendidikan yang lebih baik di banding bapak tua itu. Kenapa Kau memilih aku Ya Allah?

Sungguh Allah telah memberikan yang terbaik untuk kita, maka syukurilah itu semua sebelum Dia ambil kembali nikmat-nikmat itu. Manfaatkan waktu produktif, cintalah mahluk-Nya sekadarnya saja jangan sampai mengalahkan cinta kita pada-Nya sehingga menjauhkan kita dari-Nya. Dan akhirnya, mari kita renungkan kembali kenapa kita yang di pilih-Nya untuk memiliki hidup seperti sekarang ini. Semua pasti ada pesan tersirat dari-Nya.


#NasihatDiri
#SemogaBermanfaat









.

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

.

.

.