Dempo Q

Salam Hangat Dari Puncak Dempo.. . :-D

Sedikit berbagi apa yang saya dapatkan ketika mendaki gunung dempo, sebuah gunung yang begitu dekat dengan rumah orangtua saya, gunung yang begitu menakjubkan maha karya Sang Pencipta dengan segala keindahannya. Gunung yang sudah sekian lama ingin saya daki, tapi baru kesampean beberapa waktu lalu, karena kebetulan ada teman yang ngajakin naik..hehehe

Kawah yang indah dan bisa berubah warna, bergantung keberuntungan akan menadapat warna apa. Kendati saya sangat menyukai warna biru, maka saya sangat berharap akan menemui kawahnya berwarna biru. Namun sayang, waktu saya mendaki tidak saya temui warna biru melainkan warna abu-abu (tapi saya melihatnya seperti hijau). Tapi tetap indah dan menakjubkan juga. hehehe

Kawah gunung Dempo berbeda dengan kawah-kawah di gunung lain lho. kalau di temapt lain kawahnya rata-rata panas dengan bau blerang yang menyengat, lain halnya di Gunung Dempo, disini kawahnya dseperti kolam, dingin (sampai-sampai bisa dijadikan tempat mandi juga), dan tidak menyemburkan bau blerang.

Oh iya, hampir lupa. Gunung Dempo itu adalah salah satu Gunung api aktif di Pulau Sumatera bagian selatan, tepatnya di kota Pagaralam, Sum-Sel. hehehe

Ini dia ni, hasil jepret-jepret saya di puncaknya... :-)

Mungkin ini bisa menjadi pemacu semangat kita untuk memperbanyak dzikir kepada Allah atas Keajaiban yang telah diciptakan-Nya.







Nah ini, Sunrise di puncak Dempo... tak ku temui ia di bawah sana..... tak seindah ia di puncak sini... so beautiful.. :)






Kalo yang ini, salah satu sejarahnya pulau sumatera dari bidang kebumian.. Bukit Barisan...
Jejeran bukit yang menembus hamparan awan yang membentang, semakin membuat hati takjub akan megah dan indahnya ciptaan Allah...






Sungguh tak terasa dan tak berbekas lelah yang menggelayuti pundak dan kaki ketika dapat menyaksikan keindahan dan keajaiban ciptaan Allah yang begitu menakjubkan dan membuat hati berddebar-debar.

Semoga sedikit share pengalaman ini dapat memperkuat keimanan kita kepada Allah, dan terus berdzikir mengingat-Nya dengan melihat betap ciptaan-Nya begitu indah di pandang mata, sesuai janji-Nya. ^_^


"Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata" (QS.50:7)



.

Indahnya Langit Di Subuh Hari




Pag ini setelah sholat subuh seperti biasanya saya keluar ke teras depan rumah, lalu menengadah ke langit yang menampakkan keindahan menakjubkan. Ada bulan yang baru melewati purnama ditemani beberapa bintang yang terang dengan satu bintang paling terang di dekatnya, hitung dihitung ada 23 bintang yang terang dan satu di antaranya adalah bintang paling terang. Sebenarnya hal itu biasa saja, bagi orang yang tinggal di daerah yang bebas polusi karena pemandangan seperti itu sering terlihat bahkan bisa lebih indah dari yang saya lihat pagi ini. Namun lain hal nya di Jakarta, sebuah kota metropolitan yang sangat rentan dengan polusi hingga menyebabbkan langit dipenuhi asap-asap tebal yang tak mempedulikan kenyataan pudarnya keindahan langit karenanya.
Keindahan seperti ini merupakan sesuatu yang begitu jarang nampak di langit sana.

Sudah beberapa hari sejak saya pulang liburan saya tidak melihat bulan dan bintang pada malam hari dikarenakan tebalnya awan hitam menyelimuti langit malam. Karena sebelum tidur saya pun selalu ke teras depan rumah atau melihat dari jendela kaca di kamar untuk melihat keindahan hiasan langit yang diciptakan Allah SWT bagi umatnya yang mengetahui. Namun tidak saya dapati keindahan itu, alih-alih bintang dan bulan yang saya lihat malah awan hitam tebal yang seolah tak bergerak tertiup angin. Maka pada pagi harilah saya dapat melihat keindahan itu. Ketenangan, kebahagiaan, semua terasa begitu hangat dengan sedikit senyuman merekah saat memandangi keindahan ciptaan Yang Maha Pencipta Keindahan, Al Badii’. Kesejukan yang di karuiakan Yang Maha Penyiram Kesejukan, Al Waduud, pun mampu menyejukkan jiwa dan melembutkannya dengan dzikiri memuji keindahan itu.

Dan sesungguhnya Kami menciptakan bintang-bintang (dilangit) dan Kami telah hiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangnya’ (QS. Al Hijr [15]: 16).

Namun sayang tidak semua orang yang memandangi hiasan itu, hingga tidaklah nampak keindahan hiasan itu baginya. Padahal Yang Maha Pencipta Keindahan telah memberikan keindahan yang sungguh indah bagi umat-Nya. Kalau di siang hari kita bisa melihat banyak keindahan, layaknya pantai dengan view laut dan langit biru yang menentramkan atau bahkan puncak gunung (bagi para adventure) yang bisa melihat kemegahan ciptaan Allah dari atas sana. Pada malam hari keindahan itu beristirahat sejenak untuk besok hari menampakkan keindahan yang lebih indah. Maka hanya hiasan langit yang telah ada (bulan dan bintang) lah yang dapat kita nikmati pada malam hari.

Akhir tulisan ini, saya mengajak teman-teman untuk mencoba mengamati dengan dizikir semua karunia Allah, tidak hanya bulan dan bintang, namun semua ciptaan Allah. Karena hal itu akan menambah keimanan kita pada-Nya. Namun bukan berarti pula harus mengamati terus menerus dan melalaikan kita dari tugas, akan tetapi sempatkan waktu sejenak untuk mengagungkan Allah dengan memaknai ciptaan-Nya. Karena sejatinya manusia di ciptakan dengan segala kesempurnaan akal dan pikiran, maka kalau bukan kita siapa lagi yang akan mengagungkan ciptaan Allah (karena memang hanya kita yang di karunia akal untuk berpikir) masa teman-teman yang ada di ragunan yang mengamati kan kita juga yang akan malu tugas kita di rebut sama mereka..heheheheee

Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang baik adalah yang selalu memperhatikan matahari dan bulan untuk mengingat Allah” (HR. Thabrani)

Ayo siapa yang mau jadi hamba Allah yang baik ngacung tinggi-tinggi.??? Saya pertama, hehehe..(^_^)

Bahagialah Duhai Sahabat

Langit cerah bertabur bintang dengan hiasan bulan sabit yang membuat suasana malam lebih indah dari biasanya. Membuat seorang perempuan yang rupawan dengan balutan kerudung yang membuatnya tanpak lebih cantik dan menentramkan terpesona karenanya.

“Dew, aku suka sekali melihat bulan dan bintang apalagi saat mereka bersama berdekata.” Kata Ifa tersenyum memandangi langit malam itu yang begitu cerah hingga berat untuk ditinggalkan.

“Kamu ini aneh Fa, rasanya kok aku melihatnya biasa saja ya. Tidak ada istimewa-istimewanya.” Cetus Dewi heran melihat Ifa begitu asyik menengadah ke langit dengan senyum yang tak henti ia pancarkan.

“Fa,!”

“Iya.”

“Kamu kenapa sih begitu menyukai langit malam dengan pernak perniknya seperti bulan dan bintang juga tak kalah sukanya melihat sunrise ataupun sunset?”

“Kenapa Dew, apa terlihat aneh aku menyukai mereka?”

“Eeemm..”

“Begini Dew.”

“Matahari, Bulan, bintang, dan semua yang ada di jagat raya ini, semua itu tidak diciptakan Allah tanpa tujuan. Dalam Firman-Nya di surat Ali Imran ayat 191, Dia sudah menjelaskan. ‘Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia, maka periharalah kami dari siksa neraka

“Sejatinya banyak hal yang bisa kita petik manfaatnya dari mereka. Sadar atau tidak, mereka (bulan dan bintang) sangat bermanfaat bagi kita terutama pada malam hari. Dan saat kita memanfaatkan mereka (baca:cahayanya) kita paling berujar ‘untung ada cahaya bulan’ atau ‘Alhamdulillah malam ini bulan sebagai penerang’. Hanya sekedar mengucap syukur sesaat.”

“Beda halnya pada saat kita memandangi mereka dengan seksama, rasanya seperti menyatu dengan mereka, selain ilmu pengetahuan ada keindahan tersendiri di sana, karena Allah menciptakan mereka memang sebagai hiasan bagi mereka yang memandanginya. Ini juga ada dalam Firman-Nya dalam surat Al-Hijr ayat ke 16. ‘Dan sesungguhnya Kami menciptakan bintang-bintang (dilangit) dan Kami telah hiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangnya’.”

“Hanya orang-orang yang mau memandangi merekalah yang bisa mengetahui betapa indahnya mereka diciptakan Allah. Bahkan bagi mereka ahli hikmah penciptaan Matahari, Bulan, dan Bintang bukan hanya sebagai hiasan atau ilmu pengetahuan, tetapi mempunyai manfaat tertentu bagi kehidupan spiritual. Berdasarkan petunjuk Ilahi bahwa energy cahaya Matahari, Bulan, dan Bintang dapat di tarik ke dalam tubuh kita.”

“Selain itu mereka juga bisa meluluhlantakkan syetan, dalam surat Al-Mulk ayat 5 Allah berfirman ‘Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar syeitan…’. Sungguh sangat banyak manfaat diciptakannya bintang-bintang itu”

“Manusia sebagai makhluk yang sempurna diberikan hati nurani dan fikiran dituntut untuk memikirkan semua ciptaan Allah, agar bertambah iman dan rasa syukur kepada Sang Pencipta jagat Raya ini.” Terang Ifa panjang lebar.

“Terus kamu selalu menanti mentari pagi yang kata mu juga sangat cantik itu juga karena itu. Karena kamu ingin memandangi keindahan ciptaan Allah dan kemudian mengagungkan-Nya. Begitu kan?” Kata Dewi menyimpulkan.

Ifa hanya tersenyum melihat temannya yang terlihat masih mencerna dan menganalisa peenjelasannya barusan.

-------------------------------

Pagi-pagi sekali setelah sholat subuh ponsel Dewi bordering, ada pesan dari Ifa. “Assalamu’alaikum. Dew, pagi ini aku mau ke pantai melihat mentari pagi. Kamu mau ikut?”. Setelah mendengarkan penjelasan Ifa dua hari yang lalu entah kenapa Dewi juga mulai tertarik memandangi keindahan-keindahan yang telah Allah ciptakan. Tanpa pikir panjang Dewi pun langsung mengiyakan ajakan Ifa dan langsung bergegas bersiap menuju rumah Ifa. Kebetulan rumah mereka berdua berdekatan dan juga dekat dengan pantai, pantai utara Indonesia tepatnya di Bangka.

Pantai utara, pesonanya begitu indah, ia mampu menyihir siapapun yang datang berkunjung untuk melihat keindahannya. Sunrise yang begitu menghangatkan penuh dengan keindahan yang tiada terkira di pagi hari. Begitupun sunset, ia mampu menyulap panasnya bumi siang hari menjadi keindahan yang menentramkan. Cahayanya yang merah keemasan menjadikan mata tak ingin beralih darinya.

Pantai Penusuk, itulah yang menjadi tujuan Ifa dan Dewi pagi ini. Mereka ingin memandangi salah satu hiasan langit pagi hari di pantai itu. Karena pantai yang tidak begitu jauh dari rumah mereka, maka tidak perlu lama bagi mereka berdua untuk mencapainya. Memasuki kawasan pantai penusuk dari kejauhan sudah terlihat hamparan birunya laut, diantara pohon kelapa dan ilalang yang tumbuh liar di lapangan landai yang memisahkan antara badan jalan dengan Pantai Penusuk. Setelah melewati jalan yang menurun, terlihatlah pesona indah Pantai Penusuk yang di dominasi Tumpukan batu granit dikanan kirinya sehingga membentuk sebuah ceruk berpadu dengan hijaunya perpohonan pesisir pantai yang tumbuh diantara sela-sela bebatuan granit. Di ujung laut seberang sana terlihat sang mentari malu-malu menyembunyikan sebagian darinya di belakang laut yang kemudian mulai beranjak naik.

“Subhanallah, indah sekali” kata Ifa sambil menghirup nafas dalam-dalam dan melepaskannya dengan mengucap hamdalah dan memuji keagungan Allah yang menciptakan segala yang ada di bumi ini dengan keindahan yang tiada terkira.

“Bagaimana Dew, apa yang kamu rasakan? Baru kali ini kan kamu melihatnya?” Tanya Ifa dengan mata tidak berpaling dari memandang sang mentari pagi yang begitu menakjubkan itu.

Dewi yang baru kali pertama melihatnya terdiam penuh rasa takjub hingga sulit baginya untuk mengungkapkan keindahan yang ia lihat.

“Selamu liburan ini aku selalu kesini setiap pagi dan sore hari. Sayang untuk di lewatkan, di Jakarta tidak ada yang seperti ini.” Lanjut Ifa.

“Benar-benar indah Fa, subhanallah” kata Dewi lembut.

“Sayang sekali aku baru menikmatinya sekarang, padahal sudah duapuluh tahun aku hidup di bumi Allah ini.” Lanjut Dewi.

“Sudah nikmati saja, besok kita harus kembali ke Jakarta dan kembali pada rutinitas. Yang terpenting adalah sekarang kamu sudah tahu betapa agungnya ciptaan Allah itu.” Kata Ifa terus memandangi mentari pagi yang mulai menampakkan cahaya menyilaukan namun tetap indah itu.

“Eeee, Fa! Kemarin kamu bilang tidak pernah melewatkan sunrise, terus kalau di Jakarta kamu dimana melihatnya?” Tanya Dewi tiba-tiba.

Ifa hanya tersenyum melihat teman Dewi yang bertanya-tanya. “Nanti kalau sudah di Jakarta aku tunjukkan. Sekarang kita pulang ya, mataharinya sudah menyilaukan.” Ajak dewi.

-----------------------------------

“Fa, ayo katanya kamu mau mengajak ku ke tempat yang bisa melihat mentari pagi terbit?” Ajak Dewi setelah sholat subuh berjemaah di kamar Ifa.

“Dewiii, kita baru saja tiba di kost. Sekarang juga baru jam setengah lima pagi. Aku tahu jam terbitnya matahari pagi disini, jadi kamu tenang dan tunggu intruksi dari ku yaaa..” Kata Ifa merebahkan badannya ke kasur kecil di sudut kamarnya.

“Ayolah Fa, aku sudah tidak sabar ni.”

“Dew, Dew. Dulu saja kamu diajakin melihat sunrise tidak pernah mau. Kok sekarang jadi kamu yang begitu bersemangat.” Senyum simpul menghiasi wajah cantik Ifa.

“Ya sudah, aku siap-siap dulu ya.”

Tak perlu berjalan lama untuk tiba di sebuah taman tempat Ifa biasa melihat mentari pagi, karena memang tempat itu tidak jauh dari kost mereka berdua. Taman yang unik, terdapat banyak bungan-bunga kecil yang indah juga disana.

“Wah, taman ini bagus banget Fa. Kok aku tidak tahu ya, padahal dekat dengan kost kita.” Kata Dewi dengan mata berbinar-binar melihat bunga-bunga indah itu.
Ifa hanya diam melihat ke arah timur dan sesekali melihat jam tangan. “Satu menit lagi Dew.” Katanya menarik tangan Dewi mendekat ke pinggir taman.

“Ayo lihat ke sana Dew, tepat jam enam lebih tiga menit.” Ifa menunjuk ke arah terbitnya matahari pagi.

Cahaya merah ke emasan pun terlihat indah di ujung bangunan-banguna yang menyeruak tinggi mengalahkan pohon-pohon. Di temani dengan suara bising mobil yang berlalu lalang di kejauhan seratus meter dari tempat Ifa dan Dewi berdiri. Mereka tanpak begitu asyik melihat keindahan mentari pagi ini.

“Subhanallah, ini indah sekali Fa. Wajar saja kalau kamu selalu menghilang setelah subuh” cetus Dewi.

“Kamu berlebihan Dew,’ kata Ifa tersenyum

“Ia akan bertahan tigabelas menit menampakkan cahaya merah ke emasan seperti itu. Dua menit lagi dia akan mulai menanpakkan cahaya menyilaukan. Setelah itu kita pulang ya.” Lanjut Ifa.

“Kamu tahu banyak tentang matahri pagi Fa, sampai-sampai lamanya ia menampakkan cahaya kemerahan saja kamu tahu.” Kata Ifa tersenyum pada temannya itu.

“Kamu mencari apa Fa?” Tanya Dewi heran melihat Ifa celingukan kanan kiri seperti mencari sesuatu.

“Ah tidak” jawab Ifa menyembunyikan sesuatu.

“Ayo kita pulang.” Elaknya.

------------------------------------------

“Ma, aku keluar dulu ya.”

“Kamu mau kemana Iz,?”

“Aku ke taman sebentar Ma.”

“tapi ini masih pagi sekali, tunggulah sebentar lagi”

“Tidak apa-apa Ma, Aku berangkat sekarang saja. Daaa Mama. Assalamu’alaikum.”

‘sudah hampir sebulan dia tidak pernah kelihatan, apa dia sudah bosan melihat mentari pagi ya’ pikir Faiz.

Jantung Faiz berdetak kencang saat tiba di taman. Ia melihat orang yang selalu ia tunggu kehadirannya setelah hampir sebulan menghilang. Perempuan itu semakin anggun di mata Faiz, kerudung biru yang dikenakannya pagi ini terlihat indah di tiup semilir angin pagi. Mata perempuan itu yang selalu berbinar kala memandang sang mentari seolah kebahagiaan tak pernah surut dalam hidupnya. Senyum simpul yang selalu ia tebarkan kepada semua orang yang di temui perempuan itu semakin menjadikannya bak seorang Ratu di taman itu. Wajah cantiknya yang rupawan meneduhkan bagi yang melihatnya. Semua itu membuat hati dan pikiran Faiz kian berkecamuk. Sejak melihat wanita itu enam bulan yang lalu di tempat yang sama dengan saat ini ia melihatnya, Faiz memang sering terbayang wajahnya yang babyface. Aneh memang karena ia sendiri tidak mengenal bahkan nama wanita itu pun ia tidak tahu. Namun ada kenyamanan dalam dirinya saat melihat wanita itu. Ia hanya memandang dari sudut taman sembari menatap dan mengagungkan ciptaan Allah yang begitu indah, sama seperti yang dilakukan wanita itu setiap paginya.
‘siapa orang di sebelahnya itu?’ Tanya Faiz dalam hati. Tidak biasanya ia melihat wanita itu membawa seseorang ke taman itu sejak pertama kali ia melihatnya, bisa di bilang ini adalah kali pertama ia melihatnya membawa teman. Wanita itu tanpak menunjukkan kepada temannya tempat matahari terbit. Senyumnya tidak berubah, masih seperti kemarin-kemarin walaupun sudah lama ia tidak melihatnya. Senyum itu tetap penuh semangat yang membuat hati Faiz semakin terpaut padanya.

Setelah mentari pagi mulai menyilaukan, Faiz pun melangkah pulang. Ia berada di belakang kedua perempuan itu tadi, tapi sepertinya mereka tidak menyadari keberedaan Faiz di belakang mereka sebelum akhirnya mereka berjalan beda arah.

------------------------------

“Fa, aku mau nikah.” Kata Dewi menghentikan jari-jari lentik Ifa yang sedang asyik mengetik.

“Sama siapa Dew?” Tanya Ifa penasaran.

“Nah, itu dia aku juga belum tahu Fa. Rencananya aku mau minta dicarikan sama murrabbi kita. Bagaimana menurut mu Fa? ”jawab Dewi tersenyum kecil.

“Menurut ku kalau kamu sudah siap ya lanjutkan saja. Toh kuliah juga sudah tinggal menunggu wisuda. Dan niat kamu juga baik menjalankan sunnah nabi. Allah pun sudah menganjurkan kepada umatnya yang sudah siap untuk segera menikah, ‘Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.’ nanti aku bantuin deh bilang ke ummi” kata Ifa panjang lebar.

“Serius Fa?”

“Iya, Insyaallah.”

---------------------

“Ustad, saya mau meminta bantuan ustad.” Kata Faiz, ragu-ragu.

“Saya mau minta di carikan jodoh ustad.” Lanjutnya tertunduk malu.

“Kamu serius Iz, kamu sudah siap?” Tanya ustad Furqon, murrabbi nya Faiz.

“insaallah siap ustad.” Jawab Faiz mantab.

“Baiklah kalau begitu, kebetulan kemarin ada seorang akhwat yang juga minta dicarikan jodoh. Dia seorang mahasiswa semester akhir yang tinggal menunggu wisuda. Ini profilnya, silahkan kamu baca kalau setuju kita lanjutkan.”

Dalam hati sangat berharap bahwa profil itu milik wanita yang sering di lihatnya di taman setiap pagi itu. Setelah berusaha menenangkan diri Faiz pun membuka profil di tangannya, alangkah terkejutnya ia setelah melihat fotonya ternyata yang ada di sana adalah orang yang di bawa oleh wanita itu ke taman ke marin. Dalam hati sedikit menolak, namun ia coba untuk tenang dan istikhara memohon petunjuk pada Allah. Setelah beberapa kali istikhara jawaban yang ia dapat adalah wanita dalam foto itu yang selalu ada dalam mimpinya bukan wanita yang ia lihat di taman setiap pagi itu.

“Bagaimana, kamu sudah mendapat keputusan?” Tanya ustad Furqo pada Faiz.

“iya Ustad, saya sudaj istikhara. Dan jawabannya adalah iya Dewi Indah Kelana lah yang ada dalam mimpi saya.” Jawabnya

“Kalau begitu kita lanjutkan.”

“Tapi ustad, ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Saya masih kepikiran dengan teman wanita itu. Karena jujur usta, saya sukanya sama temannya Dewi. Saya juga merasa dial ah yang terbaik bagi saya.” Terang Faiz.

“Jadi kamu sudah mengenal Dewi?”

“Tidak sebelum membaca profilnya, Ustad.”

“Lantas kamu mengenal temannya Dewi itu?”

“Tidak juga ustad”

“Lalu mengapa kamu begitu yakin bahwa dia itu yang terbaik untuk mu sedang Allah menunjukkan Dewi bagi mu.”

“Dengar Faiz, apa yang menurut kita baik belum tentu itu baik di mata Allah, begitu pula sebaliknya kadang apa yang tidak kita sukai malah itu yang terbaik untuk kita. Mantapkan hati mu.”

Setelah berkali-kali melalui berbagai pertimbangan, akhirna Faiz memutuskan untuk melanjutkan niatnya. ‘Toh belum tentu juga temannya Dewi itu akan menerimanya jika ia melamarnya’ pikirnya.

---------------------------

“Fa, ini undangan pernikahan ku. Datang ya!” Kata Dewi tersenyum manis sambil menyerahkan undangan berwana biru.

“Ini undangannya aku desain sesuai warna kesukaan mu lho Fa, kebetulan mas Faiz juga suka warna biru.” Lanjutnya.

“Waa.. Senang sekali rasanya melihat teman ku ini bahagia. Selamat ya!”

“Oke, aku ke sana dulu ya Fa.” Pamit Dewi.

“Faiz, heemm. Jadi penasaran.” Kata Ifa.
Seminggu setelah ia menerima undangan dari Dewi, pagi-pagi sekali Ifa sudah bersiap ke
walimahan Dewi. Tepat jam tujuh ia berangkat dari kost menuju rumah Faiz. Setiba disana Ifa langsung berbaris mengantri untuk mengucapkan selamat kepada pengantin.

Dari kejauhan Ifa melihat seseorang yang taka sing baginya, walau tak mengenalnya. Ia melihat seseorang yang sering memperhatikannya di taman setiap pagi. Orang yang sering merasuki pikirannya. Orang yang bisa membuat galau hatinya. Tak terasa air mata menetes dari pelupuk mata indahnya. ‘Ya Allah, aku tidak tahu mau senang atau menangis sekarang ini. Kuatkan aku ya Allah, setidaknya setelah aku mengucapkan selamat pada Dewi.’ lirihny sambil menahan tangis dan sesak di dada.

Saat berhadapan dengan Faiz, rasanya kata-kata tertahan di tenggorokannya. Hatinya berkecamuk tak karuan, ia hanya tertunduk. Begitupun dengan Faiz, hatinya masih berdegup kencang saat melihat Ifa, wanita yang sering merasuki pikirannya sebelum menikah pada Dewi. Ketika mata mereka bertemu, tersirat kesedihan di mata keduanya. “Selamat ya Faiz.” Kata Ifa tanpa panjang lebar langsung menundukkan pandangannya dan beralih menatap Dewi yang penuh kebahagian.

“Selamat ya Deeeww.” Kata Ifa menghambur kepelukan Dewi semabri menyembunyikan sakit di hatinya, ia tidak mau melihat sahabatnya itu sedih karena tahu isi hatinya.

“Iya, Syukron ya Fa. Kamu kapan nyusul?” Tanya Dewi berbinar-binar.

“Nantilah tunggu saja.” Jawabnya singkat.

“Dew, aku langsung pulang ya. Afwan tidak bisa menemani mu.”

“Yah, kok gitu. Kamu sibuk banget ya.?” Tanya Dewi manja.

“Nannti aku sudah janji sama dosen pembimbing untuk merevisi skripsi ku. Tidak apa-apa kan?”

“Oh gitu, ya sudah kamu yang semangat ya Fa, segera nyusul aku lho?”

“Bahagialah duhai sahabat ku” ujar Ifa tersenyum dan langsung meninggalkan Dewi tanpa melihat Faiz.

Setiba di kost nya, air mata pun sudah tak terbendung lagi hingga mereka menetes membasahi pipi paras cantik Ifa. ‘Ya Robbi, kenapa hati ini begitu sakit. Padahal sama sekali aku tidak mengenal lelaki itu. Dan harusnya aku bahagia melihat kebahagiaan sahabat ku. Betapa tidak adilnya aku yang berlaku sperti ini dengan sahabat ku sendiri. Tapi tidak bisa di pungkiri rasa ku pun ada untuk Faiz. Aku ini aneh Ya Allah, nama nya saja aku baru tahu sekarang namun rasa itu sudah merekah begitu besar.’ lirih Ifa dalam isak tangisnya di sudut kamar kost nya yang luas namun terasa sempit kala ini.

Dengan mata yang bengkak karena menangis ia pun bangun malam untuk bermunajah pada Allah di sepertiga malam-Nya. Keluar ia ke teras depan kost nya menengadah ke langit, ternyata Allah selalu memberikan hiasan di langit. Bintang-bintang mala mini pun tidak seperti biasanya, mereka terlihat ramai di temani bulan sabit yang tersenyum manis padanya. ‘Dan sesungguhnya Kami menciptakan bintang-bintang (dilangit) dan Kami telah hiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangnya’.

“Subhanallah, indah sekali malam ini. Teimakasih Ya Allah, Engkau menghibur ku dengan keindahan ini” kata Ifa yang kemudian masuk dan berwudhu untuk sholat tahajud malam ini.

Dalam do’a nya ia mengadu pada Sang Pencipta. ‘Ya Allah, kuatkan hati ini hingga ia takkan pernah sakit hanya karena umat-Mu. Sucikanlah jiwa ini hingga hanya cinta kepada-Mu lah ia disibukkan. Ampuni aku Ya Ghofar yang telah salah memprioritaskan cinta. Terimakasih Engkau telah menegur ku Ya Allah. Bimbing aku untuk menata kembali hati ini Ya Rabbi. Bantu aku untuk ikhlas atas segala yang terjadi dalam hidup ku. Hanya kepada-Mu lah tempat ku bermohon, aku mohon agar kelak diberikan jodoh dan kehidupan yang terbaik bagi ku.’

“Amin ya Rabbal ‘alamin.”

Dan tetesan bening pun membasahi sajadah biru kesayangannya. Sungguh Allah adalah tempat curhat terbaik bagi hamba-Nya yang mengetahui.



-----------------------------------The End------------------------------






.

Putri Di Balik Layar (3)

Sepertinya Allah memang telah men’set’ hati yang setegar karang di lautan bagi Putri, hingga ia tetap tegar menghadapi hantaman badai kehidupan. Kekuatan yang ia tanamkan dalam jiwanya semenjak sang ayah menghadap Sang Pencipta, selalu ia jaga agar tetap pada hakikatnya. Namun Putri tetaplah seorang perempuan yang sulit menahan beningnya butiran di mata indahnya. Selalu ada air mata yang membasahi mata Putri setiap malam kala ia mengadu pada Sang Khalik.

“Ya Allah, aku butuh sesorang untuk mendengarkan curahan hati ku” desah Putri dalam do’anya.

“Ayah, need you here”

Beberapa hari ini adalah hal yang cukup berat namun menantang bagi Putri, sungguh ujian itu datang pada waktu yang sangat tepat hingga setelahnya dapat mempekuat karakter Putri untuk semakin kuat lagi. Hari ini adalah minggu kedua awal bulan desember empat tahun setelah kepergian sang ayah, masa-masa yang sulit bagi Putri dan Ibunya. Tiga hari berturut-turut Putri mengecek ATM berharap sudah mendapat kiriman dari Ibunya. Sebenarnya Putri sudah tidak mau menjadi tanggungan ibunya lagi, karena ia sangat tidak kuat saat melihat wajah ibunya yang semakin renta sangat bersemangat mencarikannya nafkah. Ia ingin sekali membebaskan ibunya dari sulitnya mencari nafkah untuknya. Namun begitu sulit baginya yang hidup di kota metropolitan yang serba butuh uang ini. Sekalipun ia mendapat beasiswa kuliah dan sudah bekerja sambilan tapi itu belum mencukupi baginya yang hidup di Jakarta. Setiap bulannya ia masih mendapat kiriman dari ibunya untuk membayar kost dan ada lebihnya sedikit, ‘ya lumayan untuk menambah uang makan’ katanya.

Tiga kali ia ke ATM, tiga kali pula ia harus menahan perut yang hanya menerima makan satu kali sehari itu. Sengaja Putri ke ATM pada malam hari, karena jika harus kecewa lagi ia bisa menyembunyikan matanya yang mulai menahan butiran bening dari orang-orang yang di temuinya di jalan pulang. Mala mini tepat malam kesepuluh awal bulan desember, ia memberanikan diri mengecek kembali ke ATM berharap kiriman sudah masuk ke ATM nya. Namun lagi-lagi ia harus pulang sambil memegang perutnya yang mulai marah karena kurang asapan makanan.

“Ya Rabbi, aku yakin Engkau lebih tahu apa yang terbaik bagi ku” lirih Putri dalam hati.

Jarak ATM dengan kostnya yang cukup jauh membuat Putri harus bertahan lebih lama menahan tangis. Sepanjang perjalanan ia hanya tertunduk malau pada diri sendiri, sesekali ia mengangkat kepalanya dan tersenyum yang sangat ia paksakan pada orang-orang yang ia temui.

“Putri?” Sapa Fathan teman kampusnya sekaligus lelaki yang mampu menggetarkan hatinya itu.

“Eh, Fathan kamu mau kemana?” Tanya Putri sedikit kaget karena sepanjang jalan ia kurang berkonsentrasi.

“Kamu kenapa Put, mata mu merah?” Kata Fathan heran dan tidak menjawab pertanyaan Putri.

“Tidak apa-apa kok. Kamu mau keman?” Tanya Putri mengalihkan pembicaraan.

“Aku mau ke ATM ambil uang.” Jawab Fathan singkat.

“Oh ya sudah, aku duluan ya.” Putri langsung berbalik meninggalkan Fathan.

----------------------------------
Setiba di kost, tertumpahlah air mata bening yang sudah tertahan sedari tadi membasahi pipi Putri yang merona. Di ambilnya selembar foto yang ia simpan di dalam al-qur’an kecilnya dengan isakan tangis yang semakin kuat.

“Ayah, maaf. Putri tidak bisa menahan air mata Putri”

“Putri benar-benar tidak kuat ayah. Semenjak ayah pergi Putri sudah berjanji untuk tegar dan kuat apapun yang terjadi. Namun kali ini airmata Putri sungguh tidak bisa di ajak kompromi. Ayah, maafkan Putri yang jadi cengeng hanya karena hal sepele seperti ini”

“Ayah, Putri tidak mau membuat ibu susah. Makanya Putri hanya bisa diam dan menunggu. Putri tidak mau mengatakan pada ibu kalau Putri kehabisan uang. Putri itu akan menambah beban pikiran ibu, Yah.”

“Hasil dari kerja sampingan Putri juga hanya seberapa dan sudah dibayarkan untuk kost Yah.”

“Ayah, Putri butuh seseorang untuk mendengarkan curahan hati Putri.”

“Putri tidak kuat memendam ini terus menerus. Tapi Putri tidak mau ada yang merasa
kasihan pada Putri, Yah.”

“Putri tidak mau dikasihani.”

“Ayah bicaralah, jangan diam saja” isakan tangis Putri sambil memendangi selembar foto dirinya dan ayahnya saat ia masih kecil dulu. Tetes demi tetes airmata membasahi kertas foto yang mulai rapuh itu.

Setelah lega Putri menangis selalu harus ada pencerahan dalam setiap sedihnya. Ia berwudhu dan sholat sunnah dua rakaat untuk mengadu pada Yang Maha Mengetahui. Ia curahkan segalanya saat itu juga.

“Ya Rabbi, aku tahu bahwa di setiap kesulitan selalu ada kemudahan di belakangnya. Aku juga tahu bahwa setiap ujian dari Mu akan menjadikan ku semakin tangguh di kemudian hari”

“Aku sadar, seharusnya ini menjadi cambuk bagi ku untuk segera bisa membahagiakan ibu dan membebaskan beliau dari menafkahi ku, malah seharusnya akulah yang sudah saatnya menafkahi beliau.”

“Ampuni aku yang terlalu lemah hingga tidak kuasa menahan genangan airmata ini.”
“Ya Allah, sungguh aku butuh seseorang yang bisa mendengarkan isi hati ku namun tidak akan mengasihani ku. Namun tidak ku temukan yang seperti itu, rasanya hanya Engkaulah tempat yang paling tepat bagi untuk mengadu”

“Ya Allah, Berikanlah kemudahan bagi ku untuk segera membahagiakan ibu.”
“Amin Ya Rabbal Alamin”

------------------------

“Bismillah” desah Putri pelan sebelum melangkahkan kakinya pagi ini menjalani hari dengan senyum sumringah seolah tidak ada masalah dalam hidupnya. Ia jadikan masalahnya sebagai pemacu semangat menjalani setiap detik helaan nafasnya.
Allah pun sangat menyayanginya, tepat akhir minggu kedua bulan desember, tanggal 14, salah satu orang tua muridnya menyuguhkan sebuah amplop sambil tersenyum setelah ia mengajar.

“Kak Putri, ini honor mengajar Kakak bulan ini dan bulan depan.” Kata Bu Ratna.

“Tapi Bu, sayakan belum selesai mengajarnya.” Kata Putri ragu-ragu.

“Iya Ka, karena saya mau pergi ke luar kota sampai bulan depan. Jadi honornya saya kasih sekarang saja ya.”

“Oh begitu, Iya terimakasih Bu Ratna.” Kata Putri penuh syukur.
“Alhamdulillah, segala puji bagi Mu ya Allah” kembali butiran itu terlihat di sudut mata Putri.



Baca Juga :


Putri Di Balik Layar Part 1


Putri Di Balik Layar Part 2



Follow me : @yesiispani



.

Di Atas Sehelai Kertas Foto

Basah pelupuk mata ini kala memandangi sehelai kertas foto yang bergambar seorang gadis remaja yang masih lugu dan lelaki paruh baya di sebelah kanannya, dia adalah ayah si gadis remaja itu.

Dulu, sudah lama sekali, gadis remaja itu sering bermain manja pada ayahnya.

Semua kesenangan dan kesedihan selalu dirasakan bersama.

Ayahnya sangat sayang dan memanjakan si gadis remaja itu.

Kendati demikian si ayah selalu memupuk semangat kerja keras anak gadis nya itu dengan penuh kehangatan.

Sampai-sampai si gadis remaja itu tidak menyadari bahwa itu pelajaran yang sangat berharga baginya di kemudian hari.

Hingga pada suatu ketika yang telah lama mereka lalui, ayahnya kembali pada Pencipta nya.

Duduk di pinggir batu nisan, si gadis remaja yang sudah beranjak dewasa itu berkata

"Ayah, aku akan kuat tanpa mu di sisi ku"

Lima tahun berlalu sepeninggal sang ayah, gadis remaja yang ada di atas kertas foto bersama ayahnya itu sukses mengarungi lautan dalam dengan hantaman ombak yang bertubi-tubi.

Walau setiap malam ia harus kekeringan air matanya karena teringat sang ayah tercinta.


%Luv u dad.




.

Bila Cinta

Bila cinta bisa di raba

Rabalah ia dengan iman

Bila cinta sudah terasa

Rasakanlah dengan taqwa

Bila cinta mulai merekah

Sirami ia dengan wudhu

Bila cinta bisa di baca

Bacalah ia sambil dzikir

Bila cinta mulai meraja

Ingatlah Pemilik Cinta sebagai Raja

Dan bila cinta bisa di lihat

Maka lihatlah ia dengan kesucian hati




%Semoga cinta dan percintaan kita selalu menomorsatukan cinta pada Sang Pemilik Cinta
%Ga*au.com
%(^_^)
%Terpaku menatap keagungan dan keindahan ciptaan Allah..
%Moon#kuarterawal




.

Mengingat-Nya

Ketika panah itu menusuk jiwa

Hanya dengan mengingat-Nya sakit itu tersembuhkan

Saat mata pun tak bisa dipalingkan

Hanya dengan membaca kitab-Nya sedikit bisa ditahan

Kala hati terkadang galau dibuatnya

Maka dengan bersimpuh di hadapan-Nya ia bisa di redam

Mengingat-Nya

Mengingat-Nya

Mengingat-Nya

Maka semua kan terjaga




#jaga dan lindungi aku, keluarga ku, sahabt-sahabat ku, dari bencana lalai YA Allah..
#Ingatkan kami bila tersalah, bimbing kami saat jalanan mulai berkelok..
#Amiiinn..




.

Salah Menempatkan Cinta

Tidak bisa berkata apa

Duduk tertunduk di atas sehelai kain meratapi salah dalam cinta

Cinta yang semestinya di labuhkan pada Sang Pemilik cinta seutuhnya

Malah salah tempat cinta berlabuh

Khilaf

Benarkah?

Namun kenapa ini berulang

Tidak hanya sekali

Akan tetapi dua kali, tiga kali, empat kali, bahkan berkali-kali

Khilafkah?

Heh

Aku ragu akan hal itu

Rasanya Sang Pemilik Cinta telah murka

Ku salah menempatkan cinta

Hingga sakit selalu mendera

untitle

Tetaplah pada kesetiaan mu wahai kekasih ku

Maka aku akan berdiri tegak membela mu

Tetaplah mencinta-Nya di atas segalanya duhai pujaan ku

Maka cinta ku pada mu pun karena-Nya

Tetaplah di jalan-Nya kau belahan jiwa ku

Maka aku akan selalu di belakang mu setiap helaan nafas mu

Tetaplah mengindahkan perintah-Nya wahai pemimpin hidup ku

Maka aku akan turut mengiringi mu

Tetaplah pada kesucian mu untuk Nya kekasih ku

HIngga kesucian itu membimbing kita ke dalam indahnya taman Syurga
Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

.

.

.