Bahagialah Duhai Sahabat

Langit cerah bertabur bintang dengan hiasan bulan sabit yang membuat suasana malam lebih indah dari biasanya. Membuat seorang perempuan yang rupawan dengan balutan kerudung yang membuatnya tanpak lebih cantik dan menentramkan terpesona karenanya.

“Dew, aku suka sekali melihat bulan dan bintang apalagi saat mereka bersama berdekata.” Kata Ifa tersenyum memandangi langit malam itu yang begitu cerah hingga berat untuk ditinggalkan.

“Kamu ini aneh Fa, rasanya kok aku melihatnya biasa saja ya. Tidak ada istimewa-istimewanya.” Cetus Dewi heran melihat Ifa begitu asyik menengadah ke langit dengan senyum yang tak henti ia pancarkan.

“Fa,!”

“Iya.”

“Kamu kenapa sih begitu menyukai langit malam dengan pernak perniknya seperti bulan dan bintang juga tak kalah sukanya melihat sunrise ataupun sunset?”

“Kenapa Dew, apa terlihat aneh aku menyukai mereka?”

“Eeemm..”

“Begini Dew.”

“Matahari, Bulan, bintang, dan semua yang ada di jagat raya ini, semua itu tidak diciptakan Allah tanpa tujuan. Dalam Firman-Nya di surat Ali Imran ayat 191, Dia sudah menjelaskan. ‘Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia, maka periharalah kami dari siksa neraka

“Sejatinya banyak hal yang bisa kita petik manfaatnya dari mereka. Sadar atau tidak, mereka (bulan dan bintang) sangat bermanfaat bagi kita terutama pada malam hari. Dan saat kita memanfaatkan mereka (baca:cahayanya) kita paling berujar ‘untung ada cahaya bulan’ atau ‘Alhamdulillah malam ini bulan sebagai penerang’. Hanya sekedar mengucap syukur sesaat.”

“Beda halnya pada saat kita memandangi mereka dengan seksama, rasanya seperti menyatu dengan mereka, selain ilmu pengetahuan ada keindahan tersendiri di sana, karena Allah menciptakan mereka memang sebagai hiasan bagi mereka yang memandanginya. Ini juga ada dalam Firman-Nya dalam surat Al-Hijr ayat ke 16. ‘Dan sesungguhnya Kami menciptakan bintang-bintang (dilangit) dan Kami telah hiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangnya’.”

“Hanya orang-orang yang mau memandangi merekalah yang bisa mengetahui betapa indahnya mereka diciptakan Allah. Bahkan bagi mereka ahli hikmah penciptaan Matahari, Bulan, dan Bintang bukan hanya sebagai hiasan atau ilmu pengetahuan, tetapi mempunyai manfaat tertentu bagi kehidupan spiritual. Berdasarkan petunjuk Ilahi bahwa energy cahaya Matahari, Bulan, dan Bintang dapat di tarik ke dalam tubuh kita.”

“Selain itu mereka juga bisa meluluhlantakkan syetan, dalam surat Al-Mulk ayat 5 Allah berfirman ‘Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar syeitan…’. Sungguh sangat banyak manfaat diciptakannya bintang-bintang itu”

“Manusia sebagai makhluk yang sempurna diberikan hati nurani dan fikiran dituntut untuk memikirkan semua ciptaan Allah, agar bertambah iman dan rasa syukur kepada Sang Pencipta jagat Raya ini.” Terang Ifa panjang lebar.

“Terus kamu selalu menanti mentari pagi yang kata mu juga sangat cantik itu juga karena itu. Karena kamu ingin memandangi keindahan ciptaan Allah dan kemudian mengagungkan-Nya. Begitu kan?” Kata Dewi menyimpulkan.

Ifa hanya tersenyum melihat temannya yang terlihat masih mencerna dan menganalisa peenjelasannya barusan.

-------------------------------

Pagi-pagi sekali setelah sholat subuh ponsel Dewi bordering, ada pesan dari Ifa. “Assalamu’alaikum. Dew, pagi ini aku mau ke pantai melihat mentari pagi. Kamu mau ikut?”. Setelah mendengarkan penjelasan Ifa dua hari yang lalu entah kenapa Dewi juga mulai tertarik memandangi keindahan-keindahan yang telah Allah ciptakan. Tanpa pikir panjang Dewi pun langsung mengiyakan ajakan Ifa dan langsung bergegas bersiap menuju rumah Ifa. Kebetulan rumah mereka berdua berdekatan dan juga dekat dengan pantai, pantai utara Indonesia tepatnya di Bangka.

Pantai utara, pesonanya begitu indah, ia mampu menyihir siapapun yang datang berkunjung untuk melihat keindahannya. Sunrise yang begitu menghangatkan penuh dengan keindahan yang tiada terkira di pagi hari. Begitupun sunset, ia mampu menyulap panasnya bumi siang hari menjadi keindahan yang menentramkan. Cahayanya yang merah keemasan menjadikan mata tak ingin beralih darinya.

Pantai Penusuk, itulah yang menjadi tujuan Ifa dan Dewi pagi ini. Mereka ingin memandangi salah satu hiasan langit pagi hari di pantai itu. Karena pantai yang tidak begitu jauh dari rumah mereka, maka tidak perlu lama bagi mereka berdua untuk mencapainya. Memasuki kawasan pantai penusuk dari kejauhan sudah terlihat hamparan birunya laut, diantara pohon kelapa dan ilalang yang tumbuh liar di lapangan landai yang memisahkan antara badan jalan dengan Pantai Penusuk. Setelah melewati jalan yang menurun, terlihatlah pesona indah Pantai Penusuk yang di dominasi Tumpukan batu granit dikanan kirinya sehingga membentuk sebuah ceruk berpadu dengan hijaunya perpohonan pesisir pantai yang tumbuh diantara sela-sela bebatuan granit. Di ujung laut seberang sana terlihat sang mentari malu-malu menyembunyikan sebagian darinya di belakang laut yang kemudian mulai beranjak naik.

“Subhanallah, indah sekali” kata Ifa sambil menghirup nafas dalam-dalam dan melepaskannya dengan mengucap hamdalah dan memuji keagungan Allah yang menciptakan segala yang ada di bumi ini dengan keindahan yang tiada terkira.

“Bagaimana Dew, apa yang kamu rasakan? Baru kali ini kan kamu melihatnya?” Tanya Ifa dengan mata tidak berpaling dari memandang sang mentari pagi yang begitu menakjubkan itu.

Dewi yang baru kali pertama melihatnya terdiam penuh rasa takjub hingga sulit baginya untuk mengungkapkan keindahan yang ia lihat.

“Selamu liburan ini aku selalu kesini setiap pagi dan sore hari. Sayang untuk di lewatkan, di Jakarta tidak ada yang seperti ini.” Lanjut Ifa.

“Benar-benar indah Fa, subhanallah” kata Dewi lembut.

“Sayang sekali aku baru menikmatinya sekarang, padahal sudah duapuluh tahun aku hidup di bumi Allah ini.” Lanjut Dewi.

“Sudah nikmati saja, besok kita harus kembali ke Jakarta dan kembali pada rutinitas. Yang terpenting adalah sekarang kamu sudah tahu betapa agungnya ciptaan Allah itu.” Kata Ifa terus memandangi mentari pagi yang mulai menampakkan cahaya menyilaukan namun tetap indah itu.

“Eeee, Fa! Kemarin kamu bilang tidak pernah melewatkan sunrise, terus kalau di Jakarta kamu dimana melihatnya?” Tanya Dewi tiba-tiba.

Ifa hanya tersenyum melihat teman Dewi yang bertanya-tanya. “Nanti kalau sudah di Jakarta aku tunjukkan. Sekarang kita pulang ya, mataharinya sudah menyilaukan.” Ajak dewi.

-----------------------------------

“Fa, ayo katanya kamu mau mengajak ku ke tempat yang bisa melihat mentari pagi terbit?” Ajak Dewi setelah sholat subuh berjemaah di kamar Ifa.

“Dewiii, kita baru saja tiba di kost. Sekarang juga baru jam setengah lima pagi. Aku tahu jam terbitnya matahari pagi disini, jadi kamu tenang dan tunggu intruksi dari ku yaaa..” Kata Ifa merebahkan badannya ke kasur kecil di sudut kamarnya.

“Ayolah Fa, aku sudah tidak sabar ni.”

“Dew, Dew. Dulu saja kamu diajakin melihat sunrise tidak pernah mau. Kok sekarang jadi kamu yang begitu bersemangat.” Senyum simpul menghiasi wajah cantik Ifa.

“Ya sudah, aku siap-siap dulu ya.”

Tak perlu berjalan lama untuk tiba di sebuah taman tempat Ifa biasa melihat mentari pagi, karena memang tempat itu tidak jauh dari kost mereka berdua. Taman yang unik, terdapat banyak bungan-bunga kecil yang indah juga disana.

“Wah, taman ini bagus banget Fa. Kok aku tidak tahu ya, padahal dekat dengan kost kita.” Kata Dewi dengan mata berbinar-binar melihat bunga-bunga indah itu.
Ifa hanya diam melihat ke arah timur dan sesekali melihat jam tangan. “Satu menit lagi Dew.” Katanya menarik tangan Dewi mendekat ke pinggir taman.

“Ayo lihat ke sana Dew, tepat jam enam lebih tiga menit.” Ifa menunjuk ke arah terbitnya matahari pagi.

Cahaya merah ke emasan pun terlihat indah di ujung bangunan-banguna yang menyeruak tinggi mengalahkan pohon-pohon. Di temani dengan suara bising mobil yang berlalu lalang di kejauhan seratus meter dari tempat Ifa dan Dewi berdiri. Mereka tanpak begitu asyik melihat keindahan mentari pagi ini.

“Subhanallah, ini indah sekali Fa. Wajar saja kalau kamu selalu menghilang setelah subuh” cetus Dewi.

“Kamu berlebihan Dew,’ kata Ifa tersenyum

“Ia akan bertahan tigabelas menit menampakkan cahaya merah ke emasan seperti itu. Dua menit lagi dia akan mulai menanpakkan cahaya menyilaukan. Setelah itu kita pulang ya.” Lanjut Ifa.

“Kamu tahu banyak tentang matahri pagi Fa, sampai-sampai lamanya ia menampakkan cahaya kemerahan saja kamu tahu.” Kata Ifa tersenyum pada temannya itu.

“Kamu mencari apa Fa?” Tanya Dewi heran melihat Ifa celingukan kanan kiri seperti mencari sesuatu.

“Ah tidak” jawab Ifa menyembunyikan sesuatu.

“Ayo kita pulang.” Elaknya.

------------------------------------------

“Ma, aku keluar dulu ya.”

“Kamu mau kemana Iz,?”

“Aku ke taman sebentar Ma.”

“tapi ini masih pagi sekali, tunggulah sebentar lagi”

“Tidak apa-apa Ma, Aku berangkat sekarang saja. Daaa Mama. Assalamu’alaikum.”

‘sudah hampir sebulan dia tidak pernah kelihatan, apa dia sudah bosan melihat mentari pagi ya’ pikir Faiz.

Jantung Faiz berdetak kencang saat tiba di taman. Ia melihat orang yang selalu ia tunggu kehadirannya setelah hampir sebulan menghilang. Perempuan itu semakin anggun di mata Faiz, kerudung biru yang dikenakannya pagi ini terlihat indah di tiup semilir angin pagi. Mata perempuan itu yang selalu berbinar kala memandang sang mentari seolah kebahagiaan tak pernah surut dalam hidupnya. Senyum simpul yang selalu ia tebarkan kepada semua orang yang di temui perempuan itu semakin menjadikannya bak seorang Ratu di taman itu. Wajah cantiknya yang rupawan meneduhkan bagi yang melihatnya. Semua itu membuat hati dan pikiran Faiz kian berkecamuk. Sejak melihat wanita itu enam bulan yang lalu di tempat yang sama dengan saat ini ia melihatnya, Faiz memang sering terbayang wajahnya yang babyface. Aneh memang karena ia sendiri tidak mengenal bahkan nama wanita itu pun ia tidak tahu. Namun ada kenyamanan dalam dirinya saat melihat wanita itu. Ia hanya memandang dari sudut taman sembari menatap dan mengagungkan ciptaan Allah yang begitu indah, sama seperti yang dilakukan wanita itu setiap paginya.
‘siapa orang di sebelahnya itu?’ Tanya Faiz dalam hati. Tidak biasanya ia melihat wanita itu membawa seseorang ke taman itu sejak pertama kali ia melihatnya, bisa di bilang ini adalah kali pertama ia melihatnya membawa teman. Wanita itu tanpak menunjukkan kepada temannya tempat matahari terbit. Senyumnya tidak berubah, masih seperti kemarin-kemarin walaupun sudah lama ia tidak melihatnya. Senyum itu tetap penuh semangat yang membuat hati Faiz semakin terpaut padanya.

Setelah mentari pagi mulai menyilaukan, Faiz pun melangkah pulang. Ia berada di belakang kedua perempuan itu tadi, tapi sepertinya mereka tidak menyadari keberedaan Faiz di belakang mereka sebelum akhirnya mereka berjalan beda arah.

------------------------------

“Fa, aku mau nikah.” Kata Dewi menghentikan jari-jari lentik Ifa yang sedang asyik mengetik.

“Sama siapa Dew?” Tanya Ifa penasaran.

“Nah, itu dia aku juga belum tahu Fa. Rencananya aku mau minta dicarikan sama murrabbi kita. Bagaimana menurut mu Fa? ”jawab Dewi tersenyum kecil.

“Menurut ku kalau kamu sudah siap ya lanjutkan saja. Toh kuliah juga sudah tinggal menunggu wisuda. Dan niat kamu juga baik menjalankan sunnah nabi. Allah pun sudah menganjurkan kepada umatnya yang sudah siap untuk segera menikah, ‘Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.’ nanti aku bantuin deh bilang ke ummi” kata Ifa panjang lebar.

“Serius Fa?”

“Iya, Insyaallah.”

---------------------

“Ustad, saya mau meminta bantuan ustad.” Kata Faiz, ragu-ragu.

“Saya mau minta di carikan jodoh ustad.” Lanjutnya tertunduk malu.

“Kamu serius Iz, kamu sudah siap?” Tanya ustad Furqon, murrabbi nya Faiz.

“insaallah siap ustad.” Jawab Faiz mantab.

“Baiklah kalau begitu, kebetulan kemarin ada seorang akhwat yang juga minta dicarikan jodoh. Dia seorang mahasiswa semester akhir yang tinggal menunggu wisuda. Ini profilnya, silahkan kamu baca kalau setuju kita lanjutkan.”

Dalam hati sangat berharap bahwa profil itu milik wanita yang sering di lihatnya di taman setiap pagi itu. Setelah berusaha menenangkan diri Faiz pun membuka profil di tangannya, alangkah terkejutnya ia setelah melihat fotonya ternyata yang ada di sana adalah orang yang di bawa oleh wanita itu ke taman ke marin. Dalam hati sedikit menolak, namun ia coba untuk tenang dan istikhara memohon petunjuk pada Allah. Setelah beberapa kali istikhara jawaban yang ia dapat adalah wanita dalam foto itu yang selalu ada dalam mimpinya bukan wanita yang ia lihat di taman setiap pagi itu.

“Bagaimana, kamu sudah mendapat keputusan?” Tanya ustad Furqo pada Faiz.

“iya Ustad, saya sudaj istikhara. Dan jawabannya adalah iya Dewi Indah Kelana lah yang ada dalam mimpi saya.” Jawabnya

“Kalau begitu kita lanjutkan.”

“Tapi ustad, ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Saya masih kepikiran dengan teman wanita itu. Karena jujur usta, saya sukanya sama temannya Dewi. Saya juga merasa dial ah yang terbaik bagi saya.” Terang Faiz.

“Jadi kamu sudah mengenal Dewi?”

“Tidak sebelum membaca profilnya, Ustad.”

“Lantas kamu mengenal temannya Dewi itu?”

“Tidak juga ustad”

“Lalu mengapa kamu begitu yakin bahwa dia itu yang terbaik untuk mu sedang Allah menunjukkan Dewi bagi mu.”

“Dengar Faiz, apa yang menurut kita baik belum tentu itu baik di mata Allah, begitu pula sebaliknya kadang apa yang tidak kita sukai malah itu yang terbaik untuk kita. Mantapkan hati mu.”

Setelah berkali-kali melalui berbagai pertimbangan, akhirna Faiz memutuskan untuk melanjutkan niatnya. ‘Toh belum tentu juga temannya Dewi itu akan menerimanya jika ia melamarnya’ pikirnya.

---------------------------

“Fa, ini undangan pernikahan ku. Datang ya!” Kata Dewi tersenyum manis sambil menyerahkan undangan berwana biru.

“Ini undangannya aku desain sesuai warna kesukaan mu lho Fa, kebetulan mas Faiz juga suka warna biru.” Lanjutnya.

“Waa.. Senang sekali rasanya melihat teman ku ini bahagia. Selamat ya!”

“Oke, aku ke sana dulu ya Fa.” Pamit Dewi.

“Faiz, heemm. Jadi penasaran.” Kata Ifa.
Seminggu setelah ia menerima undangan dari Dewi, pagi-pagi sekali Ifa sudah bersiap ke
walimahan Dewi. Tepat jam tujuh ia berangkat dari kost menuju rumah Faiz. Setiba disana Ifa langsung berbaris mengantri untuk mengucapkan selamat kepada pengantin.

Dari kejauhan Ifa melihat seseorang yang taka sing baginya, walau tak mengenalnya. Ia melihat seseorang yang sering memperhatikannya di taman setiap pagi. Orang yang sering merasuki pikirannya. Orang yang bisa membuat galau hatinya. Tak terasa air mata menetes dari pelupuk mata indahnya. ‘Ya Allah, aku tidak tahu mau senang atau menangis sekarang ini. Kuatkan aku ya Allah, setidaknya setelah aku mengucapkan selamat pada Dewi.’ lirihny sambil menahan tangis dan sesak di dada.

Saat berhadapan dengan Faiz, rasanya kata-kata tertahan di tenggorokannya. Hatinya berkecamuk tak karuan, ia hanya tertunduk. Begitupun dengan Faiz, hatinya masih berdegup kencang saat melihat Ifa, wanita yang sering merasuki pikirannya sebelum menikah pada Dewi. Ketika mata mereka bertemu, tersirat kesedihan di mata keduanya. “Selamat ya Faiz.” Kata Ifa tanpa panjang lebar langsung menundukkan pandangannya dan beralih menatap Dewi yang penuh kebahagian.

“Selamat ya Deeeww.” Kata Ifa menghambur kepelukan Dewi semabri menyembunyikan sakit di hatinya, ia tidak mau melihat sahabatnya itu sedih karena tahu isi hatinya.

“Iya, Syukron ya Fa. Kamu kapan nyusul?” Tanya Dewi berbinar-binar.

“Nantilah tunggu saja.” Jawabnya singkat.

“Dew, aku langsung pulang ya. Afwan tidak bisa menemani mu.”

“Yah, kok gitu. Kamu sibuk banget ya.?” Tanya Dewi manja.

“Nannti aku sudah janji sama dosen pembimbing untuk merevisi skripsi ku. Tidak apa-apa kan?”

“Oh gitu, ya sudah kamu yang semangat ya Fa, segera nyusul aku lho?”

“Bahagialah duhai sahabat ku” ujar Ifa tersenyum dan langsung meninggalkan Dewi tanpa melihat Faiz.

Setiba di kost nya, air mata pun sudah tak terbendung lagi hingga mereka menetes membasahi pipi paras cantik Ifa. ‘Ya Robbi, kenapa hati ini begitu sakit. Padahal sama sekali aku tidak mengenal lelaki itu. Dan harusnya aku bahagia melihat kebahagiaan sahabat ku. Betapa tidak adilnya aku yang berlaku sperti ini dengan sahabat ku sendiri. Tapi tidak bisa di pungkiri rasa ku pun ada untuk Faiz. Aku ini aneh Ya Allah, nama nya saja aku baru tahu sekarang namun rasa itu sudah merekah begitu besar.’ lirih Ifa dalam isak tangisnya di sudut kamar kost nya yang luas namun terasa sempit kala ini.

Dengan mata yang bengkak karena menangis ia pun bangun malam untuk bermunajah pada Allah di sepertiga malam-Nya. Keluar ia ke teras depan kost nya menengadah ke langit, ternyata Allah selalu memberikan hiasan di langit. Bintang-bintang mala mini pun tidak seperti biasanya, mereka terlihat ramai di temani bulan sabit yang tersenyum manis padanya. ‘Dan sesungguhnya Kami menciptakan bintang-bintang (dilangit) dan Kami telah hiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangnya’.

“Subhanallah, indah sekali malam ini. Teimakasih Ya Allah, Engkau menghibur ku dengan keindahan ini” kata Ifa yang kemudian masuk dan berwudhu untuk sholat tahajud malam ini.

Dalam do’a nya ia mengadu pada Sang Pencipta. ‘Ya Allah, kuatkan hati ini hingga ia takkan pernah sakit hanya karena umat-Mu. Sucikanlah jiwa ini hingga hanya cinta kepada-Mu lah ia disibukkan. Ampuni aku Ya Ghofar yang telah salah memprioritaskan cinta. Terimakasih Engkau telah menegur ku Ya Allah. Bimbing aku untuk menata kembali hati ini Ya Rabbi. Bantu aku untuk ikhlas atas segala yang terjadi dalam hidup ku. Hanya kepada-Mu lah tempat ku bermohon, aku mohon agar kelak diberikan jodoh dan kehidupan yang terbaik bagi ku.’

“Amin ya Rabbal ‘alamin.”

Dan tetesan bening pun membasahi sajadah biru kesayangannya. Sungguh Allah adalah tempat curhat terbaik bagi hamba-Nya yang mengetahui.



-----------------------------------The End------------------------------






.

3 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

.

.

.