Belajar Dari Diva

Suatu kali, di pagi buta saat gelap gulita masih menyelimuti belahan bumi yang ia pijak. Langit masih berhias bintang dan masih bercahayakan bulan. Keheningan pun masih mencekam. Semua anak manusia masih terlelap dalam buaian mimpi-mimpi indah, ada yang berselancar di pantai terindah di dunia ada yang bertemu orang yang sangat dikasihi ada pula yang tinggal di isatana bidadari di atas awan sana, semua serba indah, tentunya itu ada dalam mimpi entah siapa di sepertiga malam itu. Namun tidak untuk gadis kecil yang masih sangat belia di sebuah desa terpencil yang jauh dari jangkauan segala aktivitas yang katanya globalisasi. Kukuk ayam belum bergema, suara bedug pun belum berdegup-degup. Tapi langkah gadis kecil itu tidak mengenal situasi, yang ada di pikirannya hanyalah dia harus menjemput rezekinya sebelum 'dipatuk" ayam. Hingga sepagi itu ia terjaga meninggalkan semua mimpinya. Dan itu setiap hari.

"Diva, kamu sudah sholat nduk?"

"Iya, Mbah. Diva sudah cerita sama Allah..."

"Ingat ya nduk, Diva harus 'ngadu' dulu sama Allah sebelum menjemput rezeki-Nya.."

"Iya Mbah..."

Ah, pandai sekali gadis kecil ini. Setiap pagi, disepertiga malam, dia selalu mengadu pada Sang Pencipta tentang apa yang akan dia lakukan disiang harinya.

"Ya Allah, hari ini Diva udah siap buat jemput rezeki. Bantu Diva yaaa Ya Allah.." Suatu kali dalam do'a Diva yang masih begitu lugu.

Selepas sholat malam, Diva bergegas membantu Mbah Surti menyiapkan makanan-makanan yang akan dijualnya sehabis subuh. Mbah Surti sangat menyayangi Diva selayaknya cucu sedarahnya, seolah Diva adalah anak yang dilahirkan dari rahim anak kandungnya.

Ah, Mbah Surti, kau pun begitu banyak menebar derma. Hingga anak yang terkulai lemah di balut selembar kain yang kau temukan di dekat rumpun pisang yang meringis kedinginan dengan tangisannya yang super kencang seukurannya, kau bawa bayi mungil itu kau asuh sedemikian rupa ditengah-tengah himpitan ekonomi yang melanda mu. Kau ambil bayi mungil tanpa dosa yang salahnya ia dilahirkan dari rahim orang yang tidak bertanggung jawab. Oh Mbah, aku harus banyak belajar dari kemuliaan yang kau miliki.

"Mbah, Diva berangkat dulu ya.. Nanti siang Diva kan mau sekolah..."

"Iya nduk, hati-hati. Jalannya seng pelan. Ingat Allah selalu menjaga Diva.." Pesan Mbah Surti setiap pagi sebelum Diva berjuang melawan dinginnya pagi yang menusu-nusuk kulit tipisnya.



Yah, Diva. Gadis kecil yang sedari kecil tidak pernah mengenal wajah orang tuanya. Tidak ada benci atas orangtuanya dalam dirinya, bahkan Diva selalu mendo'akan orang tuanya setiap sholatnya.

Gadis kecil yang tangguh, di usianya yang masih belia dia hapuskan masa kanak-kanaknya untuk mengejar mimpi-mimpi nya sekaligus menghidupi dirinya dan Mbah Surti yang sudah tidak bisa kemana-mana lagi karena kerentahannya yang mulai menua.

Kerja keras, pantang menyerah, keyakina penuh pada janji-janji Sang Pencipta. Membuatnya begitu berani menghadapi segala problematika dunia.

Ah, Diva. Aku begitu malu melihat tingkah mu itu. Aku begitu malu, di usia ku yang sangat jauh di atas mu, malah kelakuan ku jauh di bawah mu.





.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

.

.

.