Hati Ku Bermasalah

"Hati ku bermasalah" sebuah status yang ku tulis di jejaring sosial di dunia maya beberapa tahun yang lalu.Status yang mengundang banyak tanya bagi setiap yang membacanya. Entah apa yang di pikirkan orang saat membaca kalimat itu. Penyakit hati kah, atau masalah hati dalam tanda petik. Semua hanya orang yang membacanya yang bisa menjawab. Yang penting bagi ku itu adalah masalah hati dalam tanda petik.

"Kenapa dengan hatimu Za,?" tanya Diva sahabat karib ku kala itu, melalui pesan singkat di ponsel ku.

"Entahlah Va, belakangan ini pikiran ku di kacaukan dengan hal yang tidak jelas dan tidak bermanfaat sama sekali" jawab ku.

"Kok gitu?"

"Aku jatuh cinta Va."

"Apa? saa siapa? teman kita kah?" tanya Diva bertubi-tubi.

"Iya, harus bagaimana aku bertindak Va? aku takut kala harus berhadapan dengannya, aku tidak bisa berpaling dari memikirkannya? aku selalu merasakan sesak saat dia berada di sisi orang lain, sedang aku tahu dia bukanlah siapa-siapa bagi ku. Aku bingung dengan diri ku sendiri Va. Rasanya ingin sekali aku menangis terisak, namun air mata ku tak bisa keluar untuk hal-hal yang seperti itu."

"Sabar Za, aku tahu perasaan mu karena aku pernah merasakannya. Tapi yakinlah kalau memang kalian berjodoh pasti tidak akan lari kemana. Perbanyak kegiatan agar bisa mempersempit waktu untuk hal yang tidak perlu, sehingga pikiran tentang dia pun akan ikut berkurang." nasihat Diva.

"Oh iya siapa orang beruntung itu. Yang mampu merebut hati seorang bintang sekolah yang cantik, lagi baik hati dan terkenal tegas mempertahankan prinsip untuk tidak pacaran sebelum menikah. siapa dia Za?" belum sempat aku membalas pesan yang pertama sudah masuk lagi pesan Diva dengan pertanyaan yang membuat ku ragu untuk menjawabnya.

"Eh, jangan salah paham Diva sayang, ini bukan berarti prinsip ku akan goyah" balas ku cepat.

"Iya Azza. aku tahu, tapi siapa orang beruntung itu? :) " tanya Diva lagi.

"Faqih. tapi kamu tolong rahasiakan dari siapapun ya Va, karena cuma kamu yang tahu masalah ini" pinta ku pada sahabat karib ku itu.

"Iya Azza sayang. Tenang, rahasia aman di tangan ku...hehehe" jawab Diva menggoda ku.

--------------

Dua tahun berlalu, hingga ku di kagetkan dengan undangan pernikahan dari Faqih. Yang membuat dunia terasa berhenti seketika.

"Azza, ada undangan nih sayang." kata mama lembut menghentikan langkah ku menuju ruang keluarga.

"Dari siapa Ma?" tanya ku.

"Dari teman kamu mungkin, namanya disini Faqih" jawab mama, menggetarkan hati ku. Membuat lemas seluruh tubuh ku.

"Faqih, apa dia akan menikah? tapi sama siapa?" pikiran ku berkecamuk.

"Sayang kok bengong, kenapa kamu tidak kenal sama Faqih?" tanya mama mengagetkan ku.

"Ah, iya ma. Kenal kok ma. Mana undangannya Ma,?" kata berusaha menyembunyikan kegalauan ku.

"Itu di atas meja" jawab mama.

Segera ku ambil undangan mewah berwarna biru langit yang sunggu membuat ku enggan untuk membukanya. Ku kunci pintu kamar rapat-rapat sebelum membuka undangan itu. Rasanya kamar ku yang berukuran 10x10 ini terasa begitu sempit.

Inisial F&A yang pertama kalli kulihat di sampul depan. "Faqih Rizky Abdullah with Annisa Amelia" itulah nama yang teretera di sana. terduduk lesu aku di lantai kamar ku. Orang yang selalu membuat ku enjadi seperti orang paling bodoh sedunia kini tinggal menunggu detik-detik hari kebahagiaannya. Annisa, mahasiswa yang sangat hebat. Selain kecantikan dan kerendahan hati yang ia miliki dia juga sangat taat beribadah dan menjaga kesucian dirinya. Kerudung yang di tata rapi di kepalanya selalu menghias indah di setiap harinya. Dia yang menjadi dambaan semua kaum adam kini bersanding dengan seorang Faqih yang juga tak jalah soleh dan rendah hati. Faqih yang memiliki wajah lembut dan tanpan membuat semua kaum hawa terpana saat berpapasan dengannya, namun itulah Faqih dia selalu menundukkan pandangan saat bertemu lawan jenis.

Sungguh mereka memamng sangat serasi, lirih ku yang mulai meneteskan butiran bening yang tak jelas alasan kenapa dia mengalir.

"Assalamu'alaikum, Za" terdengar suara Diva di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam Va" jawab ku lesu.

"Za, kamu tidak apa-apa? kamu sudah tahu berita tentang Faqih?" tanya Diva.

"Aku baik-baik saja Va. Iya, ini aku baru membaca undangannya." kata ku pelan.

"Aku malah bahagia karena orang yang ku suka akan bahagia bersama orang yang sangat luar biasa seperti Annisa. Kamu tenang saja Va, teman mu ini akan selalu baik-baik saja." lanjut ku.

"Ya sudah kalau begitu. Semangat terus ya Za, Insyaallah nanti Allah berikan yang lebih baik dari Faqih." kata Diva mentup telponnya.

Wajah Faqih memang sering terlintas dalam benak ku. Sulit sekali untuk di hindari, hingga tak jarang aku berharap dia akan menjadi jodoh ku.
Sejak awal perkuliahan aku memang sudah menaruh hati pada Faqih. Karena seringnya kami berkomunikasi di kelas, hal itu membuat ku semakin sulit terlepas dari bayangannya. Faqih pun begitu baik pada ku, kami saling menghormati satu sama lain. Dia sangat jarang menatap mata ku, begitu pun aku. Hanya melihat sekilas lalu menunduk. Namun selalu ada getaran dalam dada ku saat berhapan dengannya.
Pernah saat satu kelompok mengerjakan tugas dari dosen, kami datang pertama ke kampus, sedangkan teman-teman yang lain terlambat. Dia sempat bertanya pada ku mengenai tipe suami yang ku idamkan. Aneh memang seorang Faqih yang sangat menjaga hubungan dengan perempuan, tiba-tiba saja menanyakan hal itu. Ku jawab saja, 'yang mampu menggetarkan hati ku'. Saat ku tanya kenapa dia langsung mengalihkan pembicaraan. Dan meninggalkan ku samapi teman-teman yang lain datang.

"Za, Aku keluar dulu ya. Tidak baik berduaan di dalam ruangan bagi dua orang yang bukan muhrim" Kata Faqih lembut dan langsung bergegas keluar ruangan kelas.

Sejak saat itu kegundahan ku kian bertambah, hingga saat ada seorang teman melamar ku saat tahun pertama lulus kuliah. Aku menolak lamaran itu, karena hati ku masih terpaut seutuhnya pada Faqih.
Hingga hari ini aku mendapat undangan pernikahan darinya aku masih menyimpan rasa untuknya. Menyakitkan memang, namun itulah takdir tak bisa ku hindari, aku harus menghapus bayang Faqih dari hidup ku kini, kemarin, besok dan seterusnya.

-------------

Hari ini adalah hari yang sangat menyiksa batin ku. tak kuasa ku menahan tangis hingga membasahi sajadah ku.

"Ya Allah. aku sadar tidak ada hak untuk ku bersikap seperti ini. namun entah kenapa rasanya sakit sekali kala tahu kalau dia akan menikah. Ya Allah, aku mohon bahagiakan dia selalu, ridhoi pernikahannya," do'a ku dalam sujud sholat malam ku.

"Ya Allah bantu aku belajar lebih ikhlas dengan kejadian yang ku alami selama ini. Dan semoga aku juga bisa sebahagia dia sekarang."

"Amin Ya Rabbal Alamin"

Tetesan embun kembali menetes dari pelupuk mata ku.

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

.

.

.