Putri Kecil

"Papa, sini Luna saja yang kerjakan."

"Tidak usah Luna, kamu duduk saja disana ya."

"Tapi Luna mau coba Pa."

"Luna kan sudah besar Pa."

Kudengar samar percakapan anak kecil yang sedang bermanja dengan papanya di halaman rumah di tepi jalan yang ku lewati saat pulang dari rumah sahabat ku, Nisa. Ku lirik mereka yang sedang asyik memelihara bunga-bunga yang sangat indah. Anak kecil itu terlihat begitu manja pada papanya. Ku hentikan langkah ku dan sejenak meperhatikan kegiatan mereka, senyum simpul tak terasa merekah di bibir tipis ku. Ingatan ku kembali ke masa saat aku masih bisa bermanja dengan ayah di pekarangan belakang rumah. Aku ingat sekali suatu sore ayah mengajak ku memancing di empang yang tak jauh dari rumah. Sore itu terasa sangat cerah, langit masih tetap biru sebiru siangnya.
Waktu menunjukkan pukul empat sore, tiba-tiba ayah mengagetkan ku dari belakang saat aku sedang asyik nonton kartun Tom&Jerry kesukaan ku.

"Dek, mau makan ikan?" tanya ayah.

"Mau Yah, mau!" jawab ku manja.

"Kalau begitu ayo kita mancing." ajak ayah tersenyum.

"Mancing Yah? Mau mau, ayo kita pergi sekarang Yah." aku langsung beranjak dari depan televisi menarik tangan ayah, karena ingin segera pergi memancing.

Ayah sangat tahu kalau aku suka sekali memancing, setiap memancing aku selalu di ajak. Dan biasanya di saat memancing Ayah akan membakar dua ikan untuk kami makan bersama disana.

Tak perlu berlama di jalan kami sudah tiba di empang karena memang jaraknya sangat dekat dari rumah. Aku membawa umpan nasi lembek yang sudah di siapkan mama. Dengan satu ember kecil di tangan kanan ku dan tangan kiri berpegang erat pada ayah, aku berjalan dengan semangat yang sulit di gambarkan. Sesekali aku terpeleset karena girangnya berjalan sambil melihat pemandangan langit.

"Ayah, Ayah, pancing Putri gerak-gerak Yah." kata Putri Kecil kala itu.

"Tarik Put, ikan nya udah ketangkap itu." jawab Ayah langsung membantu ku yang kualahan menarik pancing kecil yang gunakan.

"Horeee...Putri dapet ikan!" teriak ku girang.

"Yuk Yah kita bakar ikan nya." ajak ku menarik-narik baju kaos yang ayah gunakan.

"Iya,!" jawab ayah tersenyum.

Matahari mulai menampakkan cahaya kuning kemerahan, aku dan ayah pun sudah banyak mendapatkan ikan.

"Ayah, langitnya bagus deh. Putri suka Yah."

"Putri minta ambilin buat di pasang di atas langit-langit kamar Putri ya Yah." seru ku manja pada ayah dengan sangat polos.

"Putri, langit itu tidak bisa di ambil. Putri nikmati saja pemandangannya dari sini ya." jawab ayah yang menatap ku lembut.

"Tapi nanti langitnya hilang Ayah." kata ku merengek pada Ayah.

"Sayang, langitnya tidak akan hilang, dia akan tetap disana. Putri bisa lihat langitnya setiap sore. Dia akan tetap seperti itu. Pagi, Putri bisa lihat matahari terbit, langitnya juga akan sangat indah. Malam Putri bisa melihat bulan dan kemerlap bintang-bintang di langit sana. Nanti kalau Putri mau ambil langitnya mereka semua akan menangis dan tidak akan pernah menampakkan keindahan lagi." terang ayah yang jongkok di depan ku untuk mensejajarkan mata kami.

"Tapi nanti Putri mau ditemani Ayah terus melihat langitnya." pinta ku pada ayah.

"Iya nanti ayah akan selalu temani anak kesayangan ayah ini untuk melihat langit sore." kata ayah yang sungguh membuat Putri Kecil lompat kegirangan.

"Sekarang kita pulang ya, nanti mama panik menunggu kita di rumah." ajak ayah mengacak-ngacak rambut ku.

Aku suka sekali saat ayah mengacak-ngacak rambut ku. Karena aku akan menghambur ke pelukan ayah dan minta di gendong jika ayah melakukan itu.^_^

------------------

"Kakak, kenapa berdiri di situ. Kakak mau ikut Menanam bunga bersama Luna?" suara manja anak kecil itu menyadarkan ku dari pikiran indah ku bersama ayah.

"Emmm.. tidak apa-apa dek. kakak hanya sekedar lewat saja." jawab ku kaku.

"Tapi kenapa kakak berdiri disini lama sekali?" tanya nya polos.

"Oh.. tadi kakak melihat Luna, keinget sama adek kakak di rumah jadi berhenti dulu sebentar." jawab ku sambil tersenyum malu.

"Ya sudah, Luna lanjutin menanam bunga ya, kakak jalan dulu." kata ku mengacak-ngacak kepala anak kecil yang sangat lucu itu dan langsung meninggalkannya sambil melempar senyum pada nya dan papanya.

Ku lihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul lima sore. Ku arahkan mata menengadah ke atas melihat langit sore ini. "Persis" kata ku pelan. Warna kuning kemerahan memancar indah, menemani perjalanan pulang ku sore ini. Ku raih kamera yang ada di tas kecil ku, tak mau kehilangan pemandangan ini, akan ku abadikan ia selalu.

"Ayah aku bisa mengambil langitnya." bisik ku.

"Aku bisa setiap saat melihat langit sorenya ayah."

"Ayah pasti suka di sana. Disana ada langit sore juga kan ayah."

"Putri Rindu ayah."

"Putri sayang ayah."

"Semoga ayah bahagia di alam sana, sebahagia Putri disini bahkan lebih bahagia."

Tak terasa sungai kecil mulai mengalir dari sudut kecil mata ku yang asyik memandangi langit sore ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

.

.

.

.

.