"Ibu, Aku rindu" itulah kalimat pertama yang ku tulis di buku harian ku hari ini. Tak terasa hampir dua tahun aku tidak pulang ke tanah kelahiran ku. Banyak hal yang tidak memungkinkan aku untuk bisa menginjakkan kaki ke bumi nan permai tempat di mana aku menghirup udara untuk pertama kalinya.
Aku sangat merindukan segala sesuatu yang ada di kampung halaman ku. Gunung yang menjulang terlihat perkasa di belakang rumah ku, di hiasi dengan indahnya hamparan sawah yang kadang menguning dan kadang pula hijau dengan padi yang subur. Jalan berliku yang selalu menanti untuk di lewati, kebun kopi di pekarangan jauh mendaki bukit, dan sungai yang bersih dan sejuk selalu terngiang di benakku yang kian menambah kerinduan ku pada tanah kelahiran ku.
"Aku merindukan mu Ibu, sangat merindukan mu." lirih ku di setiap malam penghantar tidur ku. Bayang wajah mu yang mulai keriput selalu menghiasi pikiran ku. Tak kuasa ku menahan tangis kala ku teringat akan jerih payah mu membesarkan ku dan kakak-kakak ku hingga sekarang tak kenal lelah.
Maafkan anak mu yang hanya bisa menelpon mu kala kerinduan ku dan kerinduan mu membuncah dalam dada. Maafkan anak mu yang belum bisa menemui mu dan bersujud di kaki mu juga belum bisa menghambur peluk di dekapan hangat mu. Maafkan aku Ibu.
Ibu, Kau sungguh hebat, kau sungguh perempuan yang sangat luar biasa di seluruh jagat raya ini.
---------------------
Selalu setiap malam aku merindukan Ibu, tak terlewatkan pula butiran bening selalu menghiasi sudut mata ku. Ibu yang single parents, sungguh dia tegar sekali menghadapi semua kewajibannya menghidupi keluarga tanpa ayah di sampingnya. Sejak kepergian ayah tiga tahun yang lalu, semua ibu lakukan sendiri. Menjadi Ibu saat sore hari, menjadi ayah dikala malam menyambut, mengurus rumah, mencari uang untuk sekolah ku dan kakak ketiga ku, mengurus kebun, mengolah usaha warisan ayah, semua dilakukan Ibu. Ibu memang perkasa. Hanya dalam beberapa hal kecil saja dia di bantu oleh kakak pertama ku, satu-satunya anak yang tinggal bersamanya, sedangkan yang lain harus dipikirkannya sendiri. Ibu harus memikirkan ketiga anak lelakinya yang masih lajang dan belum mempunyai pekerjaan tetap, dan harus memikirkan anak perempuan satu-satunya yang berada jauh seorang diri. Entah sudah berapa banyak air mata yang membasahi pipinya yang selalu di sembunyikannya rapat-rapat.
Kakak kedua ku sudah menamatkan kuliah saat ayah masih ada di sisi ku, dan masih menjadi pikiran Ibu karena masih dalam pencarian pekerjaan yang cocol untuknya. Sedang aku dan kakak ketiga ku masih utuh tanggung jawab Ibu karena kami masih kuliah.
Hingga beberapa bulan sejak kepergian ayah tiga tahun lalu, kakak pertama ku menikahi seorang perempuan desa tetangga yang anggun dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sejak saat itu aku tidak tahu apakah beban ibu berkurang atau bertambah yang jelas gurat bahagialah yang selalu menghiasi wajah Ibu.
Di rantau aku hidup sebatang kara, jauh dari ibu dan kakak-kakak ku. Ada kerinduan yang sangat besar dalam diri ku pada meraka. Dalam hati ingin sekali memeluk mereka satu persatu, karena aku sangat menyayangi mereka. Mereka begitu hebat dan sangat berarti bagi ku. Karena merekalah aku bisa tegar dan selalu mengukir senyum di setiap hari ku saat aku menghadapi masa sulit dalam hidup, saat di mana aku tidak bisa lagi bermanja dengan pahlawan ku, saat aku tidak bisa bersenda gurau dengan guru ku, saat aku tidak bisa mencurahkan isi hati ku pada pemimpin ku, saat dimana ayah menghembuskan nafas terakhir dalam hidupnya, mereka ada disamping ku untuk menguatkan ku. Mereka selalu menyeka air mata ku saat butiran hangat mulai membasahi pipi mungil ku.
"Aku sungguh merindukan kalian"
"Aku ingin memeluk kalian"
"Aku kesepian disini tanpa kalian"
Sungai kecil selalu mengalir di mata sipit ku saat ku memandangi foto-foto kebersamaan hidup bersama mereka yang ku sayang.
------------
"Ya Allah, izinkan aku memeluk mereka walau hanya dalam mimpi."
"Aku sangat merindukan mereka terlebih ayah yang sama sekali tidak dapat ku pandangi wajah nyatanya"
"Ya Allah, izinkan aku mencium ibu dalam mimpi indah sebagai pengobat kerinduanku padanya yang tak bisa ku gapai dari kejauhan ini"
"Ya Allah, izinkan aku memeluk kakak-kakak ku dalam mimpi bahagia ku bersama mereka, sebagai penawar rasa sayang ku pada mereka yang tak bisa ku utarakan pada mereka kala bertemu, andai aku masih kecil dan lucu, ingin sekali aku menghambur peluk pada ketiga kakak ku Ya Allah"
Itulah harapan yang selalu ku utarakan saat khusyuk bermunajah pada Sang Khalik kala sepertiga malam ku terjaga.
-------------
"La, bangun sudah adzan subuh. Kamu sudah sholat?" kata Nita lembut membangunkanku yang tertidur setelah shalat tahajud tadi.
"emmmm.." rengek ku yang masih menahan kantuk dan mata yang bengkak karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
"Dila, ayo bangun. Kita sholat subuh berjamah"
Aku langsung bangun dan mengambil air wudhu dan melakukan sholat berjamaah bersama Nita. Usai sholat, tanpaknya Nita heran melihat tampang ku dengan mata sembab.
"Kamu habis nangis La?" tanya Nita.
"Emm,, iya sedikit" jawab ku tersenyum lembut padanya.
"Kenapa, kangen Ibu dan kakak-kakak mu lagi ya?" tebak Nita dengan sangat yakin dengan tebakannya.
"Iya..heheh" jawab ku nyengir.
"Sabar ya La, toh sebentar lagi kita libur panjang dan sekaranglah saatnya kamu pulang kampung, berkumpul dengan keluarga mu, dan melepas rindu pada mereka." kata Nita bijak pada ku.
"Iya Nit, tapi aku juga belum tau bisa pulang atau tidak" kata ku sedikit lesu.
"Kamu akan pulang, percayalah La. Semua kan sudah kamu persiapkan, kamu sudah menabung untuk ongkos pulang, hasil kuliah mu juga oasti membuat Ibu mu bangga pada mu. Jadi tidak ada alasan lagi bagi mu untuk menunda kepulangan mu lagi, La." kata NIta meyakinkan ku.
"Iya Nit, makasih ya" kata ku kembali tersenyum pada sahabat baikku itu.
------------
Tak terasa setelah menghadapi ujian yang cukup membuat otak ku sempat kelelahan, akhirnya liburan pun sudah di depan mata. Keindahan kampung halaman ku pun sudah memenuhi memori otak ku. Kakak-kakak ku sudah menunggu di rumah, mereka sudah berkumpul sejak seminggu yang lalu.
"Ibu, kakak. Dila kangen kalian, tunggu Dila ya" bisik ku girang di dalam kamar kost ku.
Teman-teman ku satu persatu mulai meninggalkan lingkungan kampus untuk sementara dan kebanyakan dari mereka memilih untuk berkumpul dengan keluarga.
"La, kamu jadi pulang besok?" tanya Nita tiba-tiba menghampiriku yang sedang asyik ngepack-ngepack pakaian yang akan ku bawa pulang.
"Iya Nit, ini aku sedang bersiap-siap" Jawab ku.
"Kamu sendiri jadi hari ini?" tanya ku.
"Iya, ini aku sudah mau berangkat. Maaf ya La, kamu aku tinggal sendiri" tampak gurat penyesalan di mata bening Nita karena harus meninggalkan aku sendiri.
"Iya, tidak apa-apa Nit. Tidak akan ada yang berani menculik ku koq" canda ku.
"Ya sudah aku pamit dulu ya La, kamu hati-hati ya" Nita langsung memeluk ku erat.
"Iya iya. kamu hati-hati juga ya" kata ku seperti akan berpisah lama saja pikir ku.
--------------------
"Akhirnya setelah dua tahun di kota orang, aku bisa merasakan kenikmatan pulang kampung juga" pikir ku tersenyum sendiri di dalam bus antar provinsi yang ku naiki.
Suasana sunyi, jam tangan ku menunjukkan jam 2 malam. Hanya sekali-sekali ada suara tangis bayi yang duduk tiga bangku di belakang ku.
Perjalanan dari Jakarta ke Surabaya memakan waktu cukup lama, satu hari satu malam. Aku sangat menikmati perjalanan ku, sepanjang jalan aku tak ingin memejamkan mata ku, tak ingin kehilangan sedikitpun keindahan kota-kota dan desa yang ku lalui. Ku pandangi ibu-ibu paruh baya di sebelah ku, spertinya umurnya tak jauh beda sama Ibu pikir ku. Rasanya aku merasakan ibu ada di samping ku menemani perjalanan ku. Kadan ku pegang tangan ibu-ibu itu saat dia tertidur pulas, terasa nyaman sekali.
"Emm. tak sabar aku ingin memeluk ibu." Senyum ku saat itu.
Mata ku mulai berat tak tahan menahan kantuk, akhirnya aku pun tertidur di bahu ibu paruh baya yang ada di sebelah ku.
-------------
"Ibu, Dila rindu sekali sama ibu." kata ku yang langsung menghambur ke pelukan ibu setelah mencium lembut tangan ibu.
"Iya sayang, Ibu juga rindu sama kamu." kata ibu kembut.
"Tapi kenapa kamu kurusan Nak," kata ibu memegang erat tangan ku.
"Ah itu perasaan ibu saja, Dila masih seperti dulu koq Bu," jawab ku tersenyum pada Ibu.
"Kakak mana Bu?" tanya ku melihat-lihat sekeliling ku.
"Surpriseeee..." teriak kakak-kakak ku dari balik pintu mengagetkan ku.
"Kakak.. Dila pikir tidak rindu sama Dila tidak ada yang menyambut Dila." kata ku cemberut pada kakak-kakak ku.
"Duuh,, Gitu aja sudah ngambek." goda kakak ku yang langsung bergantian ku cium tangannya dan tanpa ku duga mereka memeluk ku satu persatu.
Betapa bahagianya aku saat ini, ku pandangi sekitar rumah ku, tanpak banyak perubahan setelah sekian lama aku tinggalkan.
"Oh iya Bu, aku mau ke makam ayah dulu. Aku mau ngambek sama ayah, masa ayah jarang sekali datang dalam mimpi Dila Bu" rengek ku manja pada Ibu.
"Iya Dila, tapi di temani kakak ya." kata tersenyum melihat tingkah manja ku.
"Iya Bu." jawab ku senang.
Aku sangat merindukan ayah yang sudah berbeda alam dengan ku. Belum sempat aku dan kakak ku tiba di makan ayah, tiba-tiba....
"Gbruuukkk.." terdengar keras dari depan bus yang ku naiki. Seketika bus yang ku tumpangi oleng dan terjungkir terbolak-balik hingga masuk ke dalah sungai tingginya sekitar 10 meter dari jalan.
Sekejap semuanya gelap. Mimpi indah ku berkumpul dengan Ibu dan kakak lenyap seketika.
-------------------
"Ayah, Akhirnya ayah datang dalam mimpi ku." kata ku memeluk ayah erat yang ku temui di taman yang begitu indah yang belum pernah ku temui sebelumnya.
"Dila, ini bukan mimpi Nak." kata ayah lekat memandangi ku yang masih dalam kebingungan dengan kata-kata ayah.
"Maksud ayah?" tanya ku heran.
"Tadi itu Dila, sudah sampai rumah Yah, memeluk ibu juga kakak. Saat mau bertemu ayah di makam......" kata ku terdiam dan tertunduk tidak melanjutkan bicara ku.
"Ayah, Dila masih ingin memeluk Ibu dan Kakak Yah, Dila ingin ini hanya mimpi. Dila sayang ayah, tapi Dila juga sangat sayang Ibu dan Kakak Yah. Dila mau kembali ayah."
kata ku terisak di pelukan ayah.
Banyak kupu-kupu biru berterbanagn di sekitar ku dan ayah, seakan mengatakan kepada ku bahwa aku berada dalam damainya taman syurga.
---------------The End-------------------
Ayah, Dila mau Kembali !
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Diberdayakan oleh Blogger.
.
.
.
0 komentar:
Posting Komentar