Matahari nampak indah menyinari bumi pagi ini, udara sejuk terasa menusuk kulitnya walau sudah mengenakan pakaian tebal sekalipun. Langit biru membuat hatinya semakin tentram, awan putih yang mengepul menghiasi langit membuatnya semakin terkagum-kagum pada kuasa Ilahi. Sudah seminggu dia berada di kampung yang menentramkan jiwa. Kampung yang jauh dari perkotaan, hingga dapat menghilangkan penat bagi yang berada disana, begitu juga dengannya. Sejenak ia dapat melupakan kepenatan ibukota tempat ia menuntut ilmu.
Ia terus memandangi cahaya jingga mentari pagi yang mulai menyilaukan. Di kebun belakang rumah ia berada. Kesejukan, angin yang semilir, suara air sungai yang gemercik, lambaian daun kelapa, semua terasa nikmat saat dia memejamkan mata. Tidak di sangka sudah sekian lama dia tidak merasakan ketenangan saperti pagi ini.
“Subhanallah..Alhamdulillah..Allahuakbar..”. Kalimat dzikir terus mengalir dari bibir tipisnya layaknya air sungai yang mengalir yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Hawa ramadhan pun menambah kehangatan baginya pagi ini.
Namun ada sesuatu yang mengganggu pikiran dan menggajal dalam hatinya sejak dua hari yang lalu. Ketidakberdayaan, ketidakmampuan, kesedihan, semua berkelabat dalam pikirannya yang selalu mengusiknya saat ia mau berusaha menenangkan diri seperti pagi ini. Tak terasa air mata bening membasahi mata sipitnya yang selalu menundukkan pandangan itu.
“Ya Allah, sebegitu sulitkah menasihati keluarga sendiri. Ilmu yang ku dapat sangat jauh dari cukup untuk kurangkai menjadi suatu argument untuk meyakinkan kakak ku.” lirih Laras.
Kesedihan, perasaan bersalah selalu menghantuinya sejak ia mengetahui kakak pertamanya sering berjudi. Beberapa bulan terakhir di kampung halamannya sedang ramai dengan yang namanya ‘Tebak Nomor’ atau nama lainnya adalah ‘Togel’. Bentuk perjudian yang banyak dianggap oleh orang-orang sebagai permainan tebak-tebakan biasa. Padahal sudah jelas ada unsur riba’ di dalamnya. Bagaimana tidak, hanya dengan menebak nomor yang biasanya terdiri dari dua, tiga, atau empat angka dan memberikan uang ‘sekian’ sebagai taruhan. Dan jika nomor yang orang tersebut tebak itu benar atau istilah mereka ‘keluar’ maka orang tersebut akan mendapatkan uang yang berlipat.
Laras, sudah beberapa kali menasihati kakaknya untuk berhenti melakukan hal itu. Namun beberapa kali pula ia harus menahan kesedihan karena ketidakmampuannya mengajak kakaknya pada kebaikan. Ia ingat kemarin ia kembali menasihati kakak pertamanya itu.
“Kak, berhentilah beemain Togel. Itu sudah jelas judi kak. Apalagi ini bulan ramadhan, janganlah kakak bumbui bulan suci yang seharusnya dihiasi dengan melipatgandakan ibadah dengan judi seperti itu.” Terang Laras lembut pada kakaknya.
“Ah, ini sama saja seperti bermain lotre. Bukan judi seperti yang kamu maksud. Lagian kakak kan hanya taruhan seribu atau dua ribu saja, tidak besar-besaran.” cetus Dicky, kakaknya.
“Kak, walaupun sedikit tetap saja itu namanya judi. Dan hukumnya tidak akan berubah seiring dengan besar kecilnya taruhan, yang namanya judi haram hukumnya dalam agama kita.” Dengan penuh kelembutan dan kesabaran Laras menjelaskan pada kakaknya.
“Allah mengharamkan Riba’ dan menghalalkan jual beli. Itu firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275, bukan kata-kata Laras, kak. Dan ‘Togel yang kakak lakukan itu adalah haram hukumnya karena sudah temasuk riba’. Demi Allah kak, berhentilah melakukan itu.” Terang Laras dengan mata berkaca-kaca.
Semua kata-kata nya seakan dianggap sebagai angin lalu oleh kakaknya. Tidak ada perubahan sama sekali pada kakaknya. Hal itu semakin membuat hati Laras merintih dan terus memanjatkan do’a pada Allah supaya kakaknya diberikan hidayah.
Dalam keheningan dan keresahan hati Laras, Allah tidak pernah mengabaikan umat-Nya yang sedang kesusahan. Allah mengirim Leni, sahabat karibnya sekaligus penasihat spiritualnya karena Leni selalu memberikan pencerahan bagi hatinya saat ia ada masalah. Ponsel nokia tipe 1200 berdering lembut di dalam saku jaket yang ia kenakan.
“Assalamu’alaikun..” terdengan lembut di seberang sana.
“Wa’alaikumsalam.” Jawabnya.
“Kamu apa kabar Ras?” Tanya Leni.
“Alhamdulillah fisik sehat walafiat Len. Kamu sendiri bagaimana?” jawab Laras dengan tetap memuji Allah atas nikmat sehat yang Allah berikan padanya.
“Aku juga Alhamdulillah sehat. Tapi tunggu, apa maksud kamu fisik yang sehat Ras. Kamu punya masalah di sana?” tenya leni begitu lembut.
“Iya Len, aku ada masalah sedikit dengan keluarga ku di sini” kata Laras.
“Ada apa Laras, seharusnya kamu malah bahagia berada di sekitar orang-orang yang kamu sayangi di sana.”
“Kamu ingat kan Len, aku pernah bercerita kalau di kampung ku sangat rentan dengan perjudian. Dan sekarang kakak ku yang melakukan judi itu Len. Aku sudah berkali-kali menasihati kakak tapi ia tidak mau mendengarkan ku. Entahlah, mungkin karena aku masih di anggap anak kemarin sore hingga apapun alasan perjudian di haramkan yang ku jabarkan panjang lebar seakan tidak bernilai sama sekali
Aku bahkan sudah menjelaskan dalil-dalil dalam Al-Qur’an untuk menguatkan penjelasan ku , tapi tetap saja penjelasan ku di anggap angin lalu.
Kamu kan juga tahu Len, Uang hasil perjudian adalah uang haram. Dan jika ia masuk ke dalam tubuh maka Allah akan mengharamkan syurga baginya. Semua amalannya juga akan tertolak. Semua itu sudah ku jelaskan pada kakak, tapi tetap hasilnya nol, tidak berpengaruh sama sekali.
Sebegitu sulitkah Berdakwah pada keluarga Len. Aku hamper putus asa menasihati kakak ku Len.” Cerita laras sambil terisak.
“Kamu yang sabar Laras. Jangan menyikapi masalah dengan emosi. Tenangkan dulu pikiran mu, aku yakin kamu pasti bisa meyakinkan kakak mu bahwa judi itu di haramkan Allah. Dan aku juga yakin kakak mu akan berubah serta berhenti berjudi. Teruslah menasihati kakak mu. Sekeras-kerasnya batu apabila terus di tetesi air maka akan berlubang juga. Sekeras apapun kakak mu menolak nasihat mu, apabila kamu terus menasihatinya, yakinlah akan ada satu di antara nasihat mu itu yang mampu menyentuh hati kakak mu. Berdo’alah pada Allah, mintakan hidayah untuk kakak mu. Niscaya Allah akan memberikan cahaya hidayah itu untuk kakak mu.”
Kata-kata Leni sangat bijak, sehingga terdapat seikit harapan bagi Laras untuk terus menasihati kakak nya.
-----------------------
Sebulan telah berlalu, kamar kost yang nyaman tempat Laras menghabiskan waktu luang untuk menuangkan segala ide yang ada dalam pikirannya. Ketenangan hati pun sudah didapatkannya setelah berlibur ke kampung halaman yang penuh dengan cerita hidup baginya. Empatbelas tahun ia habiskan hidupnya dikampung nan permai yang berat hati ia tinggalkan ke rantau orang. Sudah enam tahun ia hijrah ke ibukota untuk menuntut ilmu sejak ia mulai masuk sekolah menengah pertama.
Ia pandangi kamarnya yang sudah sebulan ia tinggalkan, tidak ada yang berubah dalam kamarnya, yang ada hanya beberapa ekor laba-laba yang sedang asyik membuat sarang-sarang antik di sudut kamar. Senyum manis pun merekah indah di pipi Laras melihat ulah laba-laba kecil itu.
“Maafkan aku teman kecil, aku harus memindahkan mu dari sini. Kamu buat rumah lagi di luar ya.” Kesedihan pun terlihat di wajah cantiknya karena telah mengusik
kehidupan laba-laba kecil itu. Dengan sangat hati-hati ia menyapu sarang laba-laba itu dan melepaskannya di luar kost.
“Maaf ya.” Hati lembut Laras tidak bisa menahan air mata nya yang mulai membasahi bola mata beningnya.
“Asslamu’alaikum.” Sapa Leni dari belakang.
‘Wa’alaikumsalam.” Jawab Laras sambil menyeka matanya yang basah.
“Kamu kenapa Ras, mata mu merah?” Tanya Leni.
“Aku tidak apa-apa. Kamu kapan tiba Len?”
“Seminggu yang lalu aku sudah kembali ke sini karena murid les ku minta bimbingan.” Jawab Leni.
“Kamu baik-baik saja kan?” Tanya Leni meyakinkan.
“Iya Len, seperti yang kamu lihat sekarang. Aku baik-baik saja.” kata Laras tersenyum pada sahabatnya itu.
“Bagaimana kakak mu kemarin. Apa beliau mau mendengarkan kata-kata mu?”
“Alhamdulillah Len. Do’a dan ikhtiar ku di jawab oleh Allah dengan tobatnya kakak ku.” jawab Laras senang.
“Seminggu setelah perbincangan kita melalui telpon itu. Di suatu malam, aku mengajak kakak untuk sholat tarawih. Memang sudah jalan Allah, kakak yang selalu menolak ajakan ku untuk ke masjid, ternyata malam itu kakak mau ikut tarawih bersama ku di masjid.”
“Malam itu bertepatan dengan malam Nudzul Qur’an. Dan di masjid mengundang seorang ustad, ustad Ahmad namanya. Setelah sholat tarawih berjemaah kami mendengarkan ceramah dari ustad Ahmad. Sungguh suatu kebetulan yang telah Allah atur sedemikian rupa Len, tema ceramah malam itu menyangkut riba’, khamar dan perjudian dengan tetap berkaitan dengan malam Nudzul Qur’an.”
‘Perlu bapak-bapak dan Ibu-Ibu ketahui bahwa riba’, khamar, dan Judi itu di haramkan oleh Allah. Uang haram hasil ketiganya apabila masuk ke tubuh kita maka kelak di yaumil akhir kita tidak akan bisa menyentuh syurga. Allah berifirman dalam surat Al-baqarah ayat 275 yang artinya:
Orang yang kembali (mengambil riba’), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Ketahuilah bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, kita memiliki anak dan istri, jangan pernah sekali-kali kita memberikan uang haram kepada mereka. Karena jika itu kita lakukan maka kita sudah mendzalimi keluarga kita sendiri. Tidak inginkah kita berkumpul di syurga Allah kelak? Saya yakin kita semua yang ada di dalam masjid yang insyaallah di ridhoi Allah ini, semuanya berharap bisa masuk syurga. Maka dari itu, berhenti sekarang juga dan bertobatlah jika ada di antara kita yang melakukan riba’, minum khamar, atau berjudi. Saya juga mendengar kalau disini sedang ramai dengan Tigel, maka ketahuilah bapak-bapak dan ibu-ibu bahwa itu juga termasuk judi juga riba’. Maka berhenti dan bertobatlah. Semoga kita senantiasa mendapat hidayah Allah subhanahuwata’ala. Amin’ jelas ustad Ahmad lugas.
“Aku perhatikan kakak yang duduk di shaf ke dua dari depan. Aku lihat metanya sembab, ia tertunduk lekat menatap lantai menghayati setiap kata yang disampaikan ustad Ahmad.”
“Sepulang tarawih kakak banyak diam. Hingga keesokan harinya ia meminta ku memberitahukan banyak hal tentang agama terutama mengenai judi. Termasuk juga meminta di ajari membaca Al-Qur’an dan sholat yang baik dan benar.” Cerita laras panjang lebar.
“Sekarang kakak sudah berhenti berjudi, sholatnya juga sudah lima waktu. Dan yang lebih menggembirakan lagi, sekarang kakak sangat antusias mempelajari ilmu agama. Semoga semua itu berlanjut hingga akhir hayat nya kelak.” Jelas Laras mendo’akan kakak nya.
“Amin” Jawab Leni.
---------------------------
“Assalamu’alaikum. Dek, bagaimana sudah tiba di Jakarta? Semoga kamu selalu dalam
lindungan Allah di sana. Jaga diri baik-baik ya, jaga iman, dan tetaplah berpegang teguh pada prinsip yang di ridhoi Allah. Oh iya, sekarang kakak menjadi guru mengaji di masjid dekat rumah, kakak mau mengamalkan ilmu yang kakak peroleh walaupun masih sedikit. Terimakasih Dek, karena Laras, kakak bisa meraih hidayah Allah. Selama dua bulan ini kakak terus mengasah ilmu agama kakak dari ustad Ahmad di kampung sebelah. Dan kakak akan terus mengasahnya agar semakin tajam.”
Mata Laras berkaca-kaca penuh haru membaca pesan singkat yang baru saja masuk di ponselnya. Pesan dari kakaknya membuat Laras benar-benar memuji keagungan Allah. Sungguh kehendak Allah bersama semua orang yang ia kehendaki dan itu bisa terjadi pada siapa pun dan pada waktu apapun. Kakaknya yang dulu seorang penjudi dan sangat jauh dari perintah Allah. Sekarang ia sudah bertobat dan mulai taat beribadah, semua atas izin Allah ini bisa terjadi.
“Maha Suci Engkau ya Allah.” Lirih Laras langsung beranjak dan berwudhu untuk melukakan sholat sunnah tahajud. Sujud penuh syukur pun ia lakukan dengan khusyuk.
--------------------------------The End-------------------------------------
Diberdayakan oleh Blogger.
.
.
.